b. Hadits riwayat Aisyah ra:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشَرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ. [رواه مسلم]
Artinya: “Bahwa Nabi saw melakukan iktikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan iktikaf setelah beliau wafat.” [HR. Muslim]
2. Waktu Pelaksanaan Iktikaf
Iktikaf sangat dianjurkan dilaksanakan setiap waktu di bulan Ramadhan.
Di kalangan para ulama terdapat perbedaan tentang waktu pelaksanaan iktikaf, apakah dilaksanakan selama sehari semalam (24 jam) atau boleh dilaksanakan dalam beberapa waktu (saat).
Al-Hanafiyah berpendapat bahwa iktikaf dapat dilaksanakan pada waktu yang sebentar tapi tidak ditentukan batasan lamanya, sedang menurut al-Malikiyah iktikaf dilaksanakan dalam waktu minimal satu malam satu hari.
Dengan memperhatikan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa iktikaf dapat dilaksanakan dalam beberapa waktu tertentu, misal dalam waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam dan seterusnya, dan boleh juga dilaksanakan dalam waktu sehari semalam (24 jam).
3. Tempat Pelaksanaan Iktikaf
Di dalam Al Quran surat al-Baqarah ayat 187 dijelaskan, bahwa iktikaf dilaksanakan di masjid.
Di kalangan para ulama ada pebedaan pendapat tentang masjid yang dapat digunakan untuk pelaksanaan iktikaf, apakah masjid jami atau masjid lainnya.
Sebagian berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan iktikaf adalah masjid yang memiliki imam dan muadzin khusus, baik masjid tersebut digunakan untuk pelaksanaan shalat lima waktu atau tidak. Hal ini sebagaimana dipegang oleh al-Hanafiyah (ulama Hanafi).
Sedang pendapat yang lain mengatakan bahwa iktikaf hanya dapat dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk melaksanakan shalat jamaah. Pendapat ini dipegang oleh al-Hanabilah (ulama Hambali).
Komentar Anda