PORTAL BONTANG – Pada periode 2022-2023, Indonesia mencatat lebih dari 516.000 kasus perceraian. Faktor ekonomi menjadi pemicu utama kedua setelah perselisihan antar pasangan.
Dalam menghadapi fenomena ini, Eko Rizqi Purwo Widodo, MSW, seorang dosen Kesejahteraan Sosial (Kesos) di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), memberikan pandangannya.
Menurut Eko, perceraian memiliki hubungan yang sangat dekat dengan kesejahteraan sosial, khususnya terkait pertumbuhan anak yang sangat bergantung pada orang tua.
Baca Juga: BMKG: 114 Titik Panas Terpantau di Kalimantan Timur
Pertumbuhan psikologis anak dapat terpengaruh jika mereka tidak menerima kasih sayang yang cukup dari kedua orang tua.
Di Indonesia, banyak kasus di mana ketika orang tua bercerai, anak kemudian dititipkan kepada neneknya. Namun, metode pendidikan yang diberikan oleh nenek bisa sangat berbeda dibandingkan dengan orang tua mereka sendiri.
“Ini bisa membuat anak terjerumus ke dalam perilaku negatif atau kesalahan dalam pergaulan,” kata Eko kepada media ini.
Baca Juga: Sambal Terasi Kecombrang, Sajian Pedas yang Menggugah Selera
Eko menambahkan, dari sisi pasangan, ada beberapa faktor yang akan terpengaruh jika suami istri bercerai, yaitu ekonomi, psikologi, pendidikan, kesehatan, dan spiritual. Kelima faktor ini pasti akan dirasakan jika perceraian terjadi.
“Psikologi setiap pasangan yang bercerai bisa terganggu, seperti depresi. Terlebih jika mereka ingin menikah lagi. Tentu saja, ini tidak akan mudah karena trauma terhadap pasangan sebelumnya,” ujarnya.
Eko menawarkan beberapa solusi untuk mencegah perceraian dalam rumah tangga. Pertama, pasangan harus memiliki keterbukaan finansial, termasuk gaji suami atau istri, hutang jika salah satu pasangan masih memiliki tanggungan yang harus dibayar, atau masalah keuangan lainnya.
Baca Juga: Indonesia Sesalkan Penangguhan Pendanaan UNRWA oleh Negara Donor
Kedua, memiliki perencanaan keuangan untuk masa depan, seperti membeli atau membangun rumah, membeli mobil, asuransi, dan lainnya. Ketiga, berhemat dan tidak konsumtif, seperti memprioritaskan kebutuhan daripada keinginan. Keempat, melakukan upaya menabung.
“Yang terakhir, mengurangi penggunaan media sosial. Kita sering tidak menyadari bahwa hal ini bisa memicu sikap membandingkan kehidupan kita dengan orang lain. Ini bisa membuat kita merasa kurang dengan apa yang diberikan suami atau pasangan. Ini bisa menjadi penyebab perselisihan karena masalah ekonomi,” tambahnya.
Selain itu, akses teknologi juga dapat membuka peluang perselingkuhan, termasuk melalui media sosial. Oleh karena itu, setiap pasangan harus dapat membatasi penggunaan media sosial agar tidak merugikan.
Pada akhirnya, Eko berpesan, jika suami istri memiliki keinginan untuk bercerai, sebaiknya mereka mempertimbangkan masa depan anak, karena anak harus menjadi prioritas dalam hal ini. ***
Ikuti berita terkini dari Portalbontang.com langsung di WhatsApp melalui link https://s.id/portalbontang.
***
Penulis: M Zulfikar A | Editor: M Zulfikar A
Komentar Anda