PORTAL BONTANG – Pasca jatuhnya pemerintahan Presiden Bashar al-Assad oleh kelompok militan Hayat Tahrir al-Sham (HTS), pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Damaskus telah mengevakuasi 65 warga negara Indonesia (WNI).
Upaya ini melibatkan perjalanan darat dari Damaskus ke Beirut, Lebanon, sebelum melanjutkan penerbangan ke Indonesia.
“Hingga saat ini, dua gelombang evakuasi telah kami lakukan dengan hasil 65 WNI tiba di Tanah Air. Mereka terdiri atas 47 pekerja migran, 55 perempuan, dan 10 laki-laki dari 10 provinsi,” ungkap Judha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, dikutip Portalbontang.com dari VOA Indonesia.
Baca Juga: Gempa Bumi Magnitudo 3,8 Guncang Tenggara Berau: Pusat di Darat, Kedalaman 5 Km
Menurut Judha, sebanyak 83 WNI lainnya telah menyatakan kesiapan untuk dievakuasi, dan operasi evakuasi tahap ketiga kini dalam proses persiapan.
Ia juga meminta semua WNI di Suriah segera melapor ke KBRI Damaskus untuk memastikan perlindungan dan keselamatan mereka.
Saat ini, KBRI juga berfungsi sebagai tempat penampungan sementara bagi WNI yang terdampak konflik di negara berpenduduk sekitar 25 juta jiwa itu.
Sementara itu, juru bicara Kemenlu, Rolliansyah Soemirat, menegaskan komitmen Indonesia untuk mendorong penyelesaian politik yang melibatkan semua pihak di Suriah.
Baca Juga: KPK Geledah Kantor Bank Indonesia Terkait Dugaan Korupsi Dana CSR, Ini Tanggapan Gubernur BI
“Indonesia konsisten mengupayakan penghentian kekerasan, menghormati gencatan senjata, dan kepatuhan terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB,” ujarnya.
Pengamat: Dampak Pergantian Kekuasaan di Suriah Luas
Pengamat hubungan internasional Universitas Padjadjaran, Arfin Sudirman, menilai pergantian kekuasaan di Suriah akan membawa dampak signifikan ke kawasan Timur Tengah, mengingat rivalitas antara Rusia dan Amerika Serikat yang memiliki pangkalan militer di sana.
Baca Juga: Karier Jokowi hingga Resmi Dipecat PDIP: Dari Blusukan Wali Kota Solo hingga Dukung Putra Sulungnya
Ia juga mencatat pengaruh Turki pada kelompok-kelompok pemberontak di Suriah.
“Berbeda dengan ISIS, kelompok yang menguasai Damaskus saat ini tidak membawa ideologi ekstrem. Konflik ini masih bersifat domestik,” jelas Arfin.
Ia memperkirakan kubu oposisi akan mengupayakan dialog untuk kompromi dengan pihak Assad guna mencegah konflik meluas.
Namun demikian, ia menilai peran PBB diperlukan untuk menghindari eskalasi dan memastikan transisi damai.
Amerika Serikat Pertimbangkan Cabut Label Teroris pada HTS
Pemerintahan Biden dilaporkan sedang mempertimbangkan pencabutan status teroris bagi Hayat Tahrir al-Sham (HTS).
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, dalam pertemuan darurat di Yordania, menyatakan bahwa pemerintah AS telah melakukan kontak awal dengan kelompok tersebut.
Blinken bersama 12 menteri luar negeri dari negara Liga Arab, Turki, Uni Eropa, dan PBB, sepakat bahwa pemerintahan baru Suriah harus melindungi hak-hak minoritas, perempuan, serta menjamin akses bantuan kemanusiaan.
Selain itu, pemerintahan baru diharapkan mencegah kebangkitan kelompok teroris dan memastikan penghancuran senjata kimia peninggalan era Assad.
AS telah berjanji untuk mendukung pemerintahan Suriah yang memenuhi prinsip-prinsip tersebut. ***
Komentar Anda