Portalbontang.com, Ponorogo – Kabar duka menyelimuti komunitas pendaki Indonesia. Wakiyem, lebih dikenal sebagai Mbok Yem, sosok legendaris pemilik warung di puncak Gunung Lawu, meninggal dunia pada Rabu, 23 April 2025, di usia 82 tahun.
Mbok Yem dikenal luas sebagai penjaga warung tertinggi di Indonesia, yang terletak di ketinggian 3.150 meter di atas permukaan laut, hanya sekitar 115 meter di bawah puncak Hargo Dumilah.
Warungnya menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi para pendaki sebelum mencapai puncak Gunung Lawu.
Baca Juga: Selamat Jalan Raminten: Tokoh di Balik Restoran Legendaris yang Angkat Budaya Jawa ke Panggung Dunia
Menurut Kepala Dusun Cemoro Sewu, Agus, Mbok Yem telah sakit sejak sebelum Ramadan dan sempat dirawat di RSUD Ponorogo.
“Pernah sakit turun gunung sejak sebelum puasa Ramadan kemarin. Sakit sempat dirawat di RS di Ponorogo. Mbok Yem itu KTP-nya di Gonggang, Kecamatan Poncol dan memang buka warung di puncak Lawu,” jelas Agus dalam keterangannya pada Rabu, 23 April 2025.
Biasanya, Mbok Yem hanya turun gunung sekali dalam setahun, yakni saat menjelang Lebaran untuk berkumpul bersama keluarga.
Namun, tahun ini berbeda. Kondisi fisiknya yang melemah sejak Februari membuatnya harus turun lebih cepat dari biasanya.
Baca Juga: Janji Petani Makmur ala Prabowo Disorot, Harga Gabah Malah Jatuh ke Rp5.400 per Kg
Bahkan, untuk sampai ke bawah, ia harus ditandu oleh enam orang karena tubuhnya tak lagi kuat menapaki jalur pendakian yang dulu menjadi bagian dari rutinitasnya.
Mbok Yem sempat dirawat di RSUD Ponorogo, lalu dipindahkan ke RSI Aisyiyah Ponorogo karena komplikasi penyakit pneumonia yang dideritanya.
Setelah sempat menunjukkan tanda-tanda perbaikan, kondisinya kembali memburuk dan dinyatakan meninggal dunia pada pukul 15.30 WIB.
Baca Juga: Heboh Kasus Keracunan Massal di Cianjur, BGN Selidiki Dugaan dari Program Makan Bergizi Gratis
Jenazah disemayamkan di rumah duka, Dusun Dagung, Desa Gonggang, Magetan. Pemakaman dijadwalkan berlangsung di Tempat Pemakaman Umum desa setempat.
Puluhan pendaki turut mengantarkan pemakaman jenazah Mbok Yem, menunjukkan betapa besar pengaruh dan kasih sayangnya terhadap komunitas pendaki.
Warung Mbok Yem: Simbol Kehangatan di Puncak Lawu
Sejak tahun 1980-an, Mbok Yem telah membuka warung di puncak Gunung Lawu. Awalnya, ia sering naik ke hutan Gunung Lawu untuk mencari bahan jamu herbal.
Baca Juga: Israel Hapus Ucapan Duka untuk Paus Fransiskus, Diduga karena Kritik Soal Perang Gaza
Dari kebiasaan itu, ia akhirnya memutuskan untuk membuka warung di jalur pendakian Lawu.
Warungnya dikenal sebagai tempat yang menyediakan makanan hangat seperti nasi pecel, teh manis, dan mie instan, yang sangat dibutuhkan oleh para pendaki setelah perjalanan panjang.
Warung Mbok Yem bukan sekadar tempat makan, tetapi juga menjadi ruang persinggahan yang sarat makna.
Ia menyambut siapa pun dengan keramahan khas nenek Jawa Timur. Tidak ada yang pulang dari Lawu tanpa mendengar kisah Mbok Yem, atau mencicipi teh hangat buatannya yang terasa istimewa di tengah dinginnya kabut.
Baca Juga: Jelang Ujian Seleksi PPPK Tahap 2 TA 2024, Pemkot Bontang Tegaskan Tak Ada Ruang untuk Kecurangan
Bagi banyak pendaki, Mbok Yem bukan hanya penjaja makanan. Ia adalah simbol semangat, kehangatan, dan dedikasi.
Meski hanya tinggal di puncak gunung dengan fasilitas sederhana, Mbok Yem telah memberi arti lebih pada perjalanan spiritual dan fisik para pendaki.
Warisan dan Kenangan yang Abadi
Baca Juga: Prabowo Uji Coba Drone Pertanian di Ogan Ilir: 25 Hektare Sawah Disemai dalam Sehari
Setelah puluhan tahun mengabdi di ketinggian, Mbok Yem akhirnya berpulang.
Ia telah memutuskan untuk menghabiskan sisa usianya bersama keluarga sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir.
Kini, komunitas pendaki dan masyarakat sekitar mengenang Mbok Yem sebagai sosok yang penuh kasih dan dedikasi.
Warungnya di puncak Gunung Lawu akan selalu menjadi simbol kehangatan dan semangat bagi para pendaki yang menapaki jalur menuju puncak.
Selamat jalan, Mbok Yem. Jasamu akan selalu dikenang di setiap langkah pendaki yang menapaki Gunung Lawu. ***
Komentar Anda