Berbagai jenis kalender lokal yang digunakan umat Islam, meskipun sama-sama mengikuti peredaran bulan, ternyata memiliki perbedaan dalam sistemnya.
Akibatnya, kita sering kali menghadapi variasi dalam penentuan tanggal-tanggal penting dalam Islam, seperti awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha. 1 Ramadan, misalnya, bisa jatuh pada tiga sampai empat hari yang berbeda di seluruh dunia.
Agama Islam adalah agama yang telah mengglobal sejak awal perkembangannya dan umatnya tersebar di seluruh penjuru dunia.
Dalam dunia yang kini semakin terhubung melalui globalisasi, adalah suatu hal yang tidak konsisten jika kita masih menggunakan sistem penanggalan lokal, sementara umat manusia secara keseluruhan sudah hidup dalam dunia yang serba terkoneksi ini.
Oleh karena itu, keberadaan kalender yang menyatukan adalah suatu kebutuhan peradaban yang sangat mendesak.
Jamaah yang dirahmati Allah
Maqasid syariah (tujuan syariah) dalam soal penataan waktu sesungguhnya adalah kepastian dan keteraturan. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ.
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji.” (Surah al-Baqarah (2): 189)
Ayat di atas mengandung informasi bahwa (1) kalender Islam itu adalah kalender lunar (bulan) dan (2) kalender Islam itu bersifat global. Ini dapat dipahami dari pernyataan li al-nās (bagi manusia) yang menunjukkan keumuman dan keberlakuan kalender secara universal bagi seluruh manusia di muka bumi.
Selain itu, Al-Quran juga menyebut bahwa sistem waktu yang baik adalah bagian dari al-dīn al-qayyim yang disebutkan dalam surat al-Taubah ayat 36. Ayat ini mengindikasikan bahwa umat Islam hendaknya memiliki keadaan baik dalam berkalender, yaitu yang memberikan kepastian dan dapat dijadikan sistem yang menyatukan secara global.
Komentar Anda