Baca Juga: Jelang Laga Timnas Indonesia vs China, Emil Audero Dipastikan Jadi Starter
“Nabi SAW selalu membaca pada sembahyang kedua hari raya dan sembahyang jum’at: sabbihisma rabbikal a’la dan hal ataka hadisul ghasiyah. Apabila berkumpul hari raya dan jum’at pada satu hari, Nabi saw membaca surat-surat itu di kedua-dua sembahyang.”
Melalui pemahaman isyarat dari teks (isyaratun nash), hadis ini dipahami bahwa Nabi SAW tetap menyelenggarakan shalat Jumat meskipun pada hari tersebut telah dilaksanakan shalat Ied.
Pandangan Empat Mazhab Fikih
Perbedaan dalil di atas melahirkan pandangan yang beragam di kalangan empat mazhab besar dalam Islam. Berikut rinciannya:
1. Mazhab Hanafi dan Maliki: Kedua mazhab ini berpendapat bahwa kewajiban shalat Jumat tidak gugur meskipun seseorang telah melaksanakan shalat Ied.
Keringanan hanya berlaku bagi penduduk desa atau pedalaman yang datang ke kota untuk shalat Ied, sehingga mereka boleh meninggalkan shalat Jumat dan kembali ke daerahnya.
2. Mazhab Hambali: Mazhab ini berpandangan bahwa orang yang telah melaksanakan shalat Ied mendapat keringanan untuk tidak melaksanakan shalat Jumat. Namun, ia tetap wajib melaksanakan shalat Dzuhur.
Imam masjid tetap dianjurkan untuk menyelenggarakan shalat Jumat agar mereka yang ingin melaksanakannya tetap bisa beribadah.
3. Mazhab Syafi’i: Pendapat Mazhab Syafi’i lebih rinci. Pada dasarnya, shalat Jumat tetap diwajibkan. Namun, keringanan diberikan kepada kelompok orang yang tinggal di luar area penyelenggaraan shalat Jumat (misalnya di pedesaan) yang sengaja datang ke kota untuk shalat Ied.
Bagi mereka, kewajiban shalat Jumat gugur, tetapi mereka tetap wajib melaksanakan shalat Dzuhur.
Komentar Anda