Portalbontang.com, Bontang – Momen Idul Adha yang diperkirakan jatuh pada hari Jumat, 6 Juni 2025, seringkali memunculkan satu pertanyaan penting di tengah masyarakat: setelah melaksanakan shalat Idul Adha di pagi hari, apakah seorang Muslim masih diwajibkan untuk menunaikan shalat Jumat?
Shalat Jumat merupakan ibadah fardu ain bagi setiap laki-laki Muslim yang tidak memiliki halangan.
Namun, ketika hari raya (Idul Fitri atau Idul Adha) bertepatan dengan hari Jumat, terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai kewajiban ini.
Baca Juga: Kolaborasi dengan Rindam Jaya, IFG Cetak SDM Unggul Berkarakter Pancasila
Perbedaan tersebut berakar pada hadis-hadis Nabi Muhammad SAW dan interpretasi para ulama mazhab.
Dalil Hadis Mengenai Keringanan (Rukhsah)
Terdapat riwayat yang menunjukkan adanya keringanan (rukhsah) untuk tidak melaksanakan shalat Jumat bagi mereka yang telah mengikuti shalat Ied. Salah satunya adalah hadis dari Ibnu ‘Umar.
Dari Ibn ‘Umar (diriwayatan bahwa) ia berkata: “Pada masa Rasulullah SAW pernah dua hari raya jatuh bersamaan, yaitu Idul Fitri dan Jumat, maka Rasulullah SAW salat Ied bersama kaum Muslimin. Kemudian beliau menoleh kepada mereka dan bersabda: Wahai kaum Muslimin, sesungguhya kalian mendapat kebaikan dan pahala dan kami akan menyelenggarakan salat Jumat. Barangsiapa yang ingin salat Jumat bersama kami, silahkan, dan barang siapa yang ingin pulang ke rumahnya silahkan pulang.” (HR at-Tabarani).
Hadis ini menjadi dasar bagi pendapat yang memberikan pilihan bagi umat Muslim.
Dalil Tetap Dilaksanakannya Shalat Jumat
Di sisi lain, terdapat hadis yang mengisyaratkan bahwa Rasulullah SAW tetap melaksanakan kedua shalat tersebut. Hal ini didasarkan pada riwayat dari Nu’man bin Basyir RA.
Baca Juga: Jelang Laga Timnas Indonesia vs China, Emil Audero Dipastikan Jadi Starter
“Nabi SAW selalu membaca pada sembahyang kedua hari raya dan sembahyang jum’at: sabbihisma rabbikal a’la dan hal ataka hadisul ghasiyah. Apabila berkumpul hari raya dan jum’at pada satu hari, Nabi saw membaca surat-surat itu di kedua-dua sembahyang.”
Melalui pemahaman isyarat dari teks (isyaratun nash), hadis ini dipahami bahwa Nabi SAW tetap menyelenggarakan shalat Jumat meskipun pada hari tersebut telah dilaksanakan shalat Ied.
Pandangan Empat Mazhab Fikih
Perbedaan dalil di atas melahirkan pandangan yang beragam di kalangan empat mazhab besar dalam Islam. Berikut rinciannya:
1. Mazhab Hanafi dan Maliki: Kedua mazhab ini berpendapat bahwa kewajiban shalat Jumat tidak gugur meskipun seseorang telah melaksanakan shalat Ied.
Keringanan hanya berlaku bagi penduduk desa atau pedalaman yang datang ke kota untuk shalat Ied, sehingga mereka boleh meninggalkan shalat Jumat dan kembali ke daerahnya.
2. Mazhab Hambali: Mazhab ini berpandangan bahwa orang yang telah melaksanakan shalat Ied mendapat keringanan untuk tidak melaksanakan shalat Jumat. Namun, ia tetap wajib melaksanakan shalat Dzuhur.
Imam masjid tetap dianjurkan untuk menyelenggarakan shalat Jumat agar mereka yang ingin melaksanakannya tetap bisa beribadah.
3. Mazhab Syafi’i: Pendapat Mazhab Syafi’i lebih rinci. Pada dasarnya, shalat Jumat tetap diwajibkan. Namun, keringanan diberikan kepada kelompok orang yang tinggal di luar area penyelenggaraan shalat Jumat (misalnya di pedesaan) yang sengaja datang ke kota untuk shalat Ied.
Bagi mereka, kewajiban shalat Jumat gugur, tetapi mereka tetap wajib melaksanakan shalat Dzuhur.
Dari berbagai pandangan di atas, terlihat bahwa terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama yang semuanya bersumber dari dalil yang kuat.
Pilihan untuk mengikuti salah satu mazhab kembali kepada keyakinan dan pemahaman masing-masing individu. Wallahu a’lam. ***
***
Penulis: M Zulfikar A | Editor: M Zulfikar A
Komentar Anda