PORTALBONTANG.COM, Bontang – Dalam Islam, terdapat dua kelompok orang yang diperbolehkan meninggalkan puasa Ramadan.
Kelompok pertama adalah mereka yang mengalami uzur sementara, seperti sedang dalam perjalanan atau sakit.
Setelah kondisi kembali normal, mereka wajib mengganti (qadha) puasa sejumlah hari yang ditinggalkan.
Kelompok kedua adalah mereka yang memiliki uzur permanen, seperti lansia yang sudah sangat lemah, pekerja berat yang tidak memungkinkan berpuasa, atau penderita penyakit kronis yang tidak memiliki harapan sembuh.
Termasuk dalam kategori ini adalah ibu hamil dan menyusui yang khawatir terhadap kesehatan diri atau bayi mereka.
Bagi kelompok ini, syariat Islam membolehkan tidak berpuasa tanpa kewajiban mengqadha, melainkan cukup membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang fakir miskin setiap hari sesuai jumlah puasa yang ditinggalkan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
Baca Juga: Januari 2025 Catat Suhu Terpanas, Ilmuwan Kaget: Fenomena La Nina Gagal Mendinginkan Bumi
“… maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin …” (QS. Al-Baqarah: 184).
Selain itu, dalam hadis yang diriwayatkan oleh lima imam (Rawahul Khamsah), Rasulullah SAW bersabda:
“Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: Sungguh Allah Yang Maha Besar dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separuh salat bagi orang yang sedang bepergian serta membebaskan puasa bagi orang yang hamil dan menyusui.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Baca Juga: Bahlil Lahadalia Atur UMKM, Wajib Punya NIB untuk Beli LPG 3 Kg Bersubsidi
Berdasarkan dalil ini, ibu menyusui yang tidak berpuasa cukup menggantinya dengan fidyah tanpa kewajiban qadha.
Bisakah Suami Mengganti Qadha Puasa Istri?
Terkadang muncul pertanyaan, apakah seorang suami bisa menggantikan qadha puasa istrinya?
Dalam Islam, kewajiban berpuasa bersifat individual, sehingga tidak dapat diwakilkan oleh orang lain, baik itu suami, anak, maupun anggota keluarga lainnya.
Baca Juga: Cek Kesehatan Gratis di Puskesmas Tanpa Daftar Online, Masyarakat Bisa Datang Langsung
Puasa yang ditinggalkan hanya bisa digantikan oleh orang lain dalam kasus tertentu, yaitu jika seseorang meninggal dunia sebelum sempat mengqadha puasanya.
Dalam kondisi ini, wali atau ahli waris diperintahkan untuk menggantikan puasa tersebut.
Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu:
“Seorang laki-laki datang menghadap Nabi SAW lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, ibuku telah wafat padahal ia masih memiliki kewajiban puasa selama satu bulan. Apakah aku boleh menggantikan puasanya?’ Nabi menjawab, ‘Ya.’ Selanjutnya beliau bersabda, ‘Utang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan.’” (HR. Al-Bukhari).
Baca Juga: Kang Gobang Meninggal karena Angin Duduk? Kenali Gejala dan Cara Mencegahnya
Hadis ini menegaskan bahwa penggantian puasa hanya berlaku jika seseorang telah meninggal dunia dan masih memiliki kewajiban puasa yang belum ditunaikan.
Namun, bagi orang yang masih hidup, kewajiban puasa tetap menjadi tanggung jawabnya sendiri.
Solusi Jika Istri Tidak Mampu Mengqadha Puasa
Jika seorang istri tidak mampu mengqadha puasanya karena uzur permanen, maka kewajibannya beralih ke fidyah, bukan qadha.
Suami bisa membantu dalam membayar fidyah sebagai bentuk dukungan, tetapi tidak bisa menggantikan puasanya secara langsung.
Dengan demikian, berdasarkan syariat Islam, suami tidak dapat menggantikan qadha puasa istri.
Baca Juga: Harga Asli LPG 3 Kg Ternyata Rp42.750 per Tabung, Menkeu Sri Mulyani: Pemerintah Tanggung Selisihnya
Jika istri mengalami kondisi yang membuatnya tidak mampu berpuasa secara permanen, maka fidyah menjadi solusi yang diperbolehkan dalam Islam. ***
Komentar Anda