PORTAL BONTANG – Perempuan memiliki siklus tamu bulanan yang disebut haid atau menstruasi.
Namun terkadang, ada beberapa yang memiliki siklus haid tidak teratur atau tidak lancar.
Lantas, bagaimana jadwal Shalat dan Puasa bagi perempuan yang haid tidak teratur?
Baca Juga: Link Download Jadwal Imsakiyah Ramadhan 1445 Hijriah versi Muhammadiyah, untuk Semua Provinsi
Hal ini ditanyakan dalam kolom tanya jawab fikih di situs resmi Kemenag, seperti dikutip oleh Portalbontang.com.
Siklus bulanan perempuan atau yang lebih dikenal dengan menstruasi kadang tiba-tiba berubah, menjadi tidak teratur, tidak lancar, menjadi lebih lama, lebih singkat, dan seterusnya.
Bahkan, seringkali perempuan yang mengalaminya merasa bingung, apakah dirinya sudah boleh mandi serta menunaikan kewajibannya atau belum.
Baca Juga: Cuaca Ekstrem Masih Berpotensi Terjadi, BMKG Imbau Masyarakat Waspada
Semua ulama mazhab telah menguraikan masalah-masalah seperti ini. Tak terkecuali para ulama mazhab Syafi‘i.
Namun, mengingat cukup banyaknya persoalan ini, maka yang akan diuraikan adalah masalah haid tidak teratur, yang umumnya berlangsung cukup lama.
Masalah haid tidak lancar bisa dikembalikan kepada masa haid paling lama dan paling singkat yang setiap mazhab memiliki ketentuan masing-masing.
Baca Juga: IPM Bontang Gelar Musda IX, Sambut Era Baru dengan Kepemimpinan Baru
Menurut mazhab Syafi’i sendiri, haid paling singkat yang dialami perempuan adalah satu hari satu malam atau 24 jam. Sedangkan haid paling lama adalah 15 hari.
Namun, lebih jauh Syekh Ibnu Hajar al-Haitami merinci haid paling singkat ini menjadi dua bentuk.
Pertama, paling singkat (sedikit) darahnya; kedua, paling singkat waktunya.
أَنَّ الْأَقَلَّ لَهُ صُورَتَانِ الْأُولَى أَنْ يَكُونَ وَحْدَهُ وَهِيَ الَّتِي يُشْتَرَطُ فِيهَا الِاتِّصَالُ وَالثَّانِيَةُ أَنْ يَكُونَ مَعَ غَيْرِهِ، وَهَذِهِ لَا اتِّصَالَ فِيهَا
Artinya, “Sesungguhnya istilah haid paling singkat di sini memiliki dua bentuk. Pertama, keberadaan haid hanya satu hari saja, di mana ketersambungan disyaratkan di dalamnya. Kedua, keberadaan haid bersama hari lain. Di sini harus tidak ada ketersambungan.” (Lihat: Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil-Minhaj, jilid 1, hal. 385).
Namun, umumnya kondisi yang dialami kaum perempuan, menurut Syekh Ibnu Hajar, adalah kondisi kedua di mana darah haidnya keluar tetapi tidak lancar dan lebih dari satu hari.
Sehingga lanjutnya, tak heran jika perempuan melihat darah haidnya terkadang keluar dan terkadang tidak.
Baca Juga: Besuk Sungai Eco Bhinneka, Asyik Atasi Sampah Plastik dengan Ecobrick
وَأَمَّا الْأَقَلُّ الَّذِي مَعَ غَيْرِهِ فَلَيْسَ فِيهِ اتِّصَالٌ بَلْ يَتَخَلَّلُهُ نَقَاءٌ بِأَنْ تَرَى دَمًا وَقْتًا وَوَقْتًا نَقَاءً فَهُوَ حَيْضٌ تَبَعًا لَهُ بِشَرْطِ أَنْ لَا يُجَاوِزَ ذَلِكَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا وَلَمْ يَنْقُصْ الدَّمُ عَنْ أَقَلِّ الْحَيْضِ
Artinya, “Adapun minimal haid yang disertai dengan hari lain maka tidak ada ketersambungan di dalamnya. Justru haidh akan terselang oleh waktu bersih. Seperti si perempuan melihat darah pada satu waktu dan melihat bersih pada waktu lain, maka waktu bersih itu pun juga dianggap haid karena turut kepada haid, dengan syarat kejadian itu tidak lebih dari 15 hari dan tidak kurang dari haidh minimal.”
إذْ مَعَ التَّقْطِيعِ إنْ بَلَغَ مَجْمُوعُ الدِّمَاءِ يَوْمًا وَلَيْلَةً فَالْجَمِيعُ حَيْضٌ وَيَلْزَمُ الزِّيَادَةُ عَلَى الْأَقَلِّ وَإِلَّا فَلَا حَيْضَ مُطْلَقًا
Artinya, “Ketika haid disertai keterputusan darah, maka bila jumlah waktu keluarnya mencapai sehari semalam, maka seluruhnya adalah haid. Pastinya ada penambahan waktu minimal. Jika tidak, maka secara mutlak tidak ada haid.” (Lihat: Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil-Minhaj, jilid 1, hal. 389).
Dari petikan di atas kiranya pertanyaan di awal artikel ini terjawab dan dapat ditarik sejumlah kesimpulan:
Baca Juga: Lagi, BMKG Deteksi 95 Titik Panas, Tersebar di Kaltim, Bontang Termasuk
Jika seorang perempuan mengalami haid paling sedikit darahnya, sekaligus paling singkat waktu keluarnya, maka harus dipastikan darahnya keluar secara terus menerus selama sehari semalam atau 24 jam.
Walaupun rentang waktu keluar darah mencapai satu hari satu malam, namun karena darahnya tidak lancar, dan saat diakumulasikan tidak mencapai 24 jam, maka itu bukan haid.
Ketika darah keluar tidak lancar, kemudian waktu keluarnya lebih dari satu hari serta tidak lebih dari 15 hari, maka harus dihitung akumulasi waktu keluarnya.
Baca Juga: Kejam! Lebih dari 100 Warga Palestina Tewas Ditembak Israel saat Berebut Bantuan di Gaza
Bila mencapai 24 jam, maka itu darah haid. Sebaliknya, jika tidak mencapai 24 jam, berarti itu bukan haid.
Ketika darah keluar tidak lancar, dan waktu keluarnya lebih dari satu hari, kemudian saat diakumulasikan waktu keluarnya itu mencapai 24 jam atau lebih, maka itu dianggap haid.
Waktu-waktu saat tidak keluar darah, dalam pandangan mazhab as-Syafi‘i, tetap dianggap haid, dengan catatan akumulasi jam keluarnya lebih dari 24 jam, dan rentang waktu hari keluarnya tidak lebih dari 15 hari.
Baca Juga: Harga TBS Sawit di Kaltim Terus Naik
Menyikapi masalah di atas, pada saat pertama keluar darah haid, maka harus dicatat jam dan hari apa mulainya, untuk dihitung 24 jam ke depan. Demikian pula untuk menghitung waktu paling lama, yakni 15 hari.
Pasalnya, ini berfungsi untuk menentukan waktu-waktu ibadah. Jika dalam waktu 24 jam telah selesai haid, maka artinya Anda harus kembali shalat dan berpuasa.
Begitu pula jika haid berlangsung lama, maka paling lama adalah 15 hari.
Baca Juga: Pro Kontra KUA Jadi Pusat Layanan Keagamaan Tak Hanya Islam, Menag Yaqut Beri Penjelasan
Lebih dari 15 hari, berarti tidak dianggap haid sehingga harus menunaikan shalat dan berpuasa.
Hanya saja selama haid, tidak perlu mengaqdha shalat, sedangkan puasanya diqadha di luar Ramadhan. Wallahu a’lam. ***
Discussion about this post