Baca Juga: Cuaca Ekstrem Masih Berpotensi Terjadi, BMKG Imbau Masyarakat Waspada
Riwayat lain menyebutkan bahwa Qais ibn Shirmah al-Anshari berpuasa.
Pada saat berbuka, ia bertanya kepada istrinya, “Apakah kau punya makanan?” Istrinya menjawab, “Tidak! Tapi aku akan mencarikannya untukmu.”
Rupanya, karena siang hari itu Qais ibn Shirmah lelah bekerja, matanya tak mampu menahan kantuk.
Baca Juga: IPM Bontang Gelar Musda IX, Sambut Era Baru dengan Kepemimpinan Baru
Begitu pulang dan mendapati suaminya sudah tidur, istri Qais berkata, “Celakalah engkau!” Esoknya, Qais tetap berpuasa.
Namun pada tengah hari, ia pingsan tak sadarkan diri. Kejadian itu pun disampaikan kepada Rasulullah SAW.
Sejak itu, ditetapkanlah pensyariatan puasa dengan tata cara seperti sekarang ini, yakni menjauhi segala yang membatalkan, baik makan, mainum, maupun bergaul suami-istri, sejak terbit fajar shadiq hingga terbenam matahari.
Sedangkan pada malam hari, semua itu diperbolehkan, tanpa ada syarat: setelah atau sebelum tidur, setelah atau sebelum shalat isya. (Lihat: Syekh Khalid ibn ‘Abdurrahman, ah-Shaumu Junnatun, juz I, halaman 27, Wallahu a’lam. ***
***
Penulis: M Zulfikar A | Editor: M Zulfikar A
Komentar Anda