Kata “syahida” di sini memang bermakna “menyaksikan”, akan tetapi tidak mengharuskan “menyaksikan” dengan penglihatan mata seperti halnya menyaksikan sebuah peristiwa. Melainkan lebih cenderung bermakna “mengetahui”.
Seperti yang tampak jelas dalam dua kalimat syahadat:
أشهد أن لا إله إلاّ الله وأشهد أنّ محمد رسول الله
Yang bermakna “Aku bersaksi tiada Tuhan (yang pantas disembah) kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah”.
Sehingga sebuah persaksian dalam hal ini tidak mengharuskan seseorang yang bersyahadat menyaksikan secara langsung Allah dan Nabi Muhammad –shallallahu ‘alayhi wa sallam-.
Akan tetapi seseorang yang bersyahadat adalah yang mengetahui dan meyakini bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Tuhan yang pantas disembah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya.
Adapun kata ru’yat (رؤية) atau rukyat secara asal bahasa memiliki makna “melihat, baik dengan mata atau dengan ilmu”, seperti yang dijelaskan dalam Kamus al-Munjid atau “melihat dengan menggunakan mata atau hati” seperti yang dijelaskan dalam Kamus ar-Raid dan al-Qamus al-Muhith.
Bahkan dalam al-Munjid disebutkan bahwa Kata ru’yat ini tidak banyak dimaknai sebagai “melihat” kecuali hanya terkadang saja, dan lebih banyak digunakan dalam arti “mengetahui”.
Dapat disimpulkan, kata “ru’yat” adalah bahasa Arab untuk “melihat” dalam makna yang luas.
Itu tampak dalam beberapa ayat Al-Qur’an seperti ayat keempat dari Surat Yusuf:
“…إني رأيت أحد عشر كوكبا والشمس والقمر رأيتهم لي ساجدين…”
Yang artinya, “….Sesungguhnya aku melihat sebelas bintang dan matahari serta rembulan, aku melihat mereka semua bersujud padaku…”.
Komentar Anda