PORTAL BONTANG – Peredaran uang palsu perlu diwaspadai, terutama usai momen lebaran.
Pasalnya, berbagi Tunjangan Hari Raya (THR) telah menjadi tradisi masyarakat Indonesia pada Hari Raya Idulfitri.
Masyarakat Indonesia akan mulai menukar uang pecahan atau uang baru untuk dijadikan THR atau “uang saku” saat lebaran.
Baca Juga: Akun Medsos Dilaporkan ke Polisi, Asosiasi Travel Bontang Protes Postingan Curhatan Netizen
Tinuk Dwi Cahyani, dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyampaikan bahwa adanya uang palsu ini dapat berdampak pada kepentingan umum, khususnya permasalahan ekonomi.
Dampak yang paling signifikan adalah menimbulkan inflasi.
Semakin besar jumlah uang palsu yang beredar, maka akan sangat mempengaruhi daya beli dan perekonomian masyarakat.
Baca Juga: Bahaya Gula Berlebih pada Bayi, Dampak Fatal Mengintai
“Uang palsu pun dapat digunakan untuk bertransaksi jika orang-orang tidak mengetahuinya. Sehingga, uang yang beredar tidak terkontrol dan malah membuat rupiah menjadi tidak bernilai,” jelasnya kepada media ini.
Telah ada aturan mengenai Mata Uang di UU No. 7 Tahun 2011.
Pada Pasal 26 dan Pasal 27, telah dijelaskan bahwa dilarang untuk memalsukan, menyimpan, hingga mengedarkan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu.
Baca Juga: Negara Paling Bahagia di Dunia 2024: Finlandia Kembali Juara, Indonesia Urutan Berapa?
Bagi yang memalsukan Rupiah, ancaman pidananya paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
“Jika mengedarkan, maka ancaman yang didapatkan bisa lebih tinggi,” tegas Tinuk.
Ia pun melanjutkan jika Indonesia memiliki Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal) yang terdiri dari Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan, dan Bank Indonesia (BI).
Komentar Anda