PORTAL BONTANG – Talasemia, penyakit kelainan darah merah yang diturunkan, masih menjadi momok di Indonesia.
Diperkirakan 10.000 pasien Talasemia Mayor hidup di Indonesia, dengan Jawa Barat sebagai daerah dengan prevalensi tertinggi.
Gejala Talasemia bervariasi, dari pucat dan lemah (Talasemia Mayor) hingga tidak bergejala (Talasemia Minor).
Baca Juga: Naskah Khutbah Jumat, Berpegang Teguh pada Hukum Allah
Dilansir Portalbontang.com dari VOA Indonesia, pasien Talasemia Mayor umumnya membutuhkan transfusi darah rutin dan obat kelasi besi seumur hidup.
Meskipun tidak dapat disembuhkan, Talasemia dapat dicegah dengan deteksi dini dan skrining.
Skrining cukup dilakukan sekali seumur hidup dan dapat dilakukan di sekolah atau Posbindu.
Baca Juga: Indonesia U-23 Tertinggal 0-1 dari Guinea di Babak Pertama Playoff Olimpiade Paris 2024
Upaya pencegahan lainnya adalah dengan tidak menikah sesama pembawa sifat Talasemia.
Data global menunjukkan 7-8% populasi dunia adalah pembawa sifat, dan di Indonesia, sekitar 3-10% populasi merupakan pembawa sifat talasemia beta dan 2,6-11% pembawa sifat talasemia alpha.
Kisah Siti Utami, penyintas Talasemia asal Bekasi, menjadi inspirasi.
Baca Juga: Apresiasi Kejaksaan Buat KBPA, Pioneer Berbagai Kegiatan Wadah Pensiunan
Sejak usia 4 bulan, ia menjalani transfusi darah dan kelasi besi rutin.
Dukungan orang tua dan disiplin dalam pengobatan membuatnya menjalani hidup hampir sama seperti orang sehat.
Peringatan Hari Talasemia Sedunia 2024 pada 8 Mei lalu mengangkat tema “Memberdayakan Kehidupan, Merangkul Kemajuan: Pengobatan Talasemia yang Adil dan Dapat Diakses untuk Semua”. M
ari bersama-sama meningkatkan kesadaran, mendukung pencegahan, dan membantu para penyintas Talasemia menjalani hidup yang lebih berkualitas. ***
Komentar Anda