Kenali Gejala ADHD, Viral Usai Fuji Blak-blakan di Medsos
Kenali Gejala ADHD, Viral Usai Fuji Blak-blakan di Medsos
PORTAL BONTANG – Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau dalam bahasa Indonesia disebut Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) baru-baru ini hangat diperbincangkan warganet.
Fuji baru-baru ini blak-blakan mengaku mengidap ADHD atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Selebgram sekaligus konten kreator itu mengaku baru mengetahui kondisinya itu sejak berkonsultasi dengan psikolog di 2022.
Dikutip PortalBontang.com dari Detikcom, ADHD diartikan sebagai gangguan yang dapat membuat pengidapnya sulit konsentrasi atau memusatkan pikiran. Orang dengan ADHD biasanya akan menunjukkan gejala perilaku yang impulsif dan hiperaktif, hingga inattentiveness atau kesulitan berkonsentrasi dan memusatkan perhatian.
“Aku kan dulu suka banget minum cokelat ya, habis minum cokelat aku aktif malemnya enggak bisa tidur, terus energinya habis banget. Ternyata ADHD itu enggak boleh konsumsi gula berlebih karena itu bisa menyebabkan sugar rush dan aku makin hiperaktif,” tutur Fuji, dikutip dari InsertLive, Kamis 28 Desember 2023.
Dikutip dari National Health Service UK (NHS), gejala ADHD cenderung terlihat pada usia dini dan mungkin menjadi lebih terlihat saat keadaan anak berubah, seperti saat mereka mulai sekolah.
Sebagian besar kasus terdiagnosis saat anak berusia di bawah 12 tahun. Namun ada juga kasus yang baru terdiagnosis atau diketahui setelah seseorang beranjak dewasa.
Sampai saat ini penyebab pasti ADHD tidak sepenuhnya dipahami. Namun terdapat sejumlah faktor risiko yang bisa meningkatkan seseorang terkena kondisi ini. Di antaranya:
- Faktor genetik
- Cedera otak
- Kelahiran prematur
- Berat badan bayi baru lahir yang rendah
- Paparan zat kimia, seperti timah, ketika sang ibu dalam masa kehamilan
- Kebiasaan merokok serta mengonsumsi alkohol berlebih ketika sang ibu dalam masa kehamilan
- Kurangnya perhatian orang tua
Psikolog klinis Kantiana Taslim, MPsi dari Ohana Space mengungkapkan, seseorang tidak bisa mendiagnosa dirinya mengidap ADHD begitu saja.
“Itu nggak bisa, karena harus didiagnosa profesional dan memang ada pemeriksaannya,” ucapnya.
Hal senada disampaikan psikolog klinis Annisa Mega Radyani, MPsi. Menurutnya, self-diagnosed atau mendiagnosa sendiri tanpa bantuan ahli bisa menimbulkan bahaya.
“Baik penyakit psikologis ataupun penyakit biasa, self-diagnosed itu berbahaya. Karena nanti kalau self-diagnosed, misalnya saya kayaknya kena sakit jantung nih, terus salah konsumsi obat-obatan. Itu bisa bahaya, dan ADHD juga begitu. Jadi memang lebih baik kalau merasa gejala langsung konsultasi dengan dokter,” terangnya.
Selain itu, Annisa mengatakan self-diagnosed ADHD berpotensi merubah persepsi masyarakat terhadap penyakit tersebut.
“Nanti bisa dijadikan excuse. Misal kerjaan nggak selesai-selesai, terus dia ngomongnya aku kan ADHD. Ini nanti malah merubah pandangan orang terhadap penderita ADHD. Itu juga bahaya,” pungkasnya. ***
Join channel WhatsApp Portalbontang.com agar tidak ketinggalan berita terbaru lainnya
Join now