Di Indonesia sendiri, Shell memiliki sekitar 200-an SPBU (berdasarkan data industri hingga akhir 2024), bersaing dengan pemain dominan Pertamina yang memiliki ribuan SPBU, serta pemain swasta lainnya seperti BP dan Vivo.
Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, merespons santai pengalihan kepemilikan ini.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memaknai Hakikat Qurban, Bukan Sekadar Ritual
Menurut Bahlil, transaksi antarperusahaan swasta (B2B) adalah hal yang wajar dalam dinamika bisnis.
“Itu kan biasa, aksi korporasi B2B jadi karena mereka bukan BUMN maka kita harus menghargai hak setiap perusahaan swasta yang melakukan aksi korporasi,” kata Bahlil kepada wartawan, Jumat (23/5/2025).
Ia juga menegaskan bahwa penjualan bisnis SPBU oleh Shell bukan berarti perusahaan tersebut hengkang atau menutup layanan.
“Dia kan menjual kan bukan berarti menutup bisnis ya kan? Itu kan perpindahan kepemilikan perusahaan aja jadi apanya yang pengaruh, dia kan tetap jalan,” ucapnya.
Dengan demikian, pergantian kepemilikan SPBU Shell lebih dilihat sebagai upaya optimalisasi aset dan strategi bisnis, baik dari sisi Shell maupun dari sisi investor baru yang melihat potensi pasar ritel BBM di Indonesia.
Publik kini menanti bagaimana Citadel Pacific dan Sefas Group akan membawa merek Shell tetap kompetitif dan berkembang di bawah manajemen baru, seraya memastikan standar kualitas dan layanan tetap terjaga sesuai harapan konsumen. ***
***
Penulis: M Zulfikar A | Editor: M Zulfikar A
Komentar Anda