Portalbontang.com, Jakarta – Eskalasi konflik bersenjata di berbagai belahan dunia bukan lagi sekadar berita dari negeri seberang. Dampaknya kini mulai merayap dan dirasakan hingga ke denyut nadi perekonomian Indonesia.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menegaskan bahwa rentetan perang global ini membawa konsekuensi nyata bagi stabilitas dan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, sebuah kenyataan yang menurutnya telah lama diwanti-wanti oleh Presiden Prabowo Subianto.
Hasan menyoroti bagaimana peringatan Presiden Prabowo mengenai potensi perang dan pentingnya kesiapsiagaan nasional, yang pernah digaungkan saat kampanye Pemilu 2019, kini terbukti relevan.
Baca Juga: Bontang Memukau di APEKSI Surabaya! Kostum Etnik Modern Juara Karnaval Curi Perhatian Nasional
“Pak Prabowo bilang ‘Kita sebagai sebuah bangsa selalu harus siap dan waspada karena perang bisa terjadi kapan saja,’” ucap Hasan mengutip Prabowo, dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 10 Mei 2025.
Ia mengakui, pada 2019 silam, banyak pihak, termasuk dirinya, mungkin memandang skeptis atau naif terhadap kemungkinan meletusnya perang berskala besar di era modern.
“Tahun 2019 itu saya bukan ahli, tapi mungkin saya itu naif waktu itu, yang tidak percaya bahwa dunia itu akan berperang,” tambahnya.
Namun, realitas berkata lain. Hasan menyebutkan serangkaian konflik yang mengoyak perdamaian global: perang Rusia-Ukraina yang meletus pada 2022, invasi Israel ke Gaza yang memanas sejak 2023, dan yang terbaru, pecahnya konflik antara India dan Pakistan.
Baca Juga: Yabis Fest Resmi Dibuka: Ruang Kreativitas dan Pemberdayaan UMKM Baru di Bontang Hadir Setiap Sabtu
Deretan perang ini, menurutnya, secara kumulatif mengirimkan gelombang kejut yang turut mengganggu stabilitas Indonesia.
“Ketika Rusia perang dengan Ukraina aja kita udah mulai terganggu kehidupan kita, banyak sparepart-sparepart mobil tuh kita kalau pesan dari luar, lama sampainya karena jalur distribusi di sana terganggu,” ungkap Hasan, memberikan contoh konkret dampak pada sektor otomotif.
Lebih jauh, ia mengingatkan kembali bagaimana mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus turun tangan melakukan lobi langsung untuk mengamankan pasokan gandum di tengah berkecamuknya perang Rusia-Ukraina.
Baca Juga: Cegah Bencana Lebih Besar, Pegawai Setda Bontang Dilatih ‘Jurus Jitu’ Jinakkan Api
Kedua negara tersebut merupakan produsen gandum signifikan bagi pasar global, termasuk Indonesia yang memiliki ketergantungan impor tinggi.
“Mereka produksi gandum, sementara kita butuh gandum yang cukup besar dan kita nggak bisa produksi gandum sendiri di sini, rantai suplai terganggu,” imbuhnya.
“Pak Jokowi waktu masih jadi Presiden datang ke sana untuk lobi supaya pengapalan gandum bisa dikirim, ada perang di manapun itu pasti dunia secara keseluruhan terganggu,” tandas Hasan.
Kenyataannya, dampak perang Rusia-Ukraina memang telah dirasakan Indonesia. Kenaikan harga energi global, terganggunya rantai pasok komoditas pangan seperti gandum dan minyak bunga matahari, serta melonjaknya harga pupuk menjadi beberapa contoh nyata.
Baca Juga: Bukan Cuma Prestasi! Bontang Serius Garap Mental Juara Taekwondo Lewat Coaching Klinik, Ada Apa?
Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan laporan Bank Indonesia beberapa kali menunjukkan adanya tekanan inflasi akibat faktor-faktor eksternal ini.
Konflik di Timur Tengah, khususnya Israel-Palestina, juga berpotensi mengganggu jalur pelayaran vital dan memicu volatilitas harga minyak jika meluas.
Sementara itu, potensi konflik baru seperti antara India dan Pakistan dapat semakin memperburuk ketidakpastian ekonomi global dan menambah tekanan pada rantai pasok untuk berbagai komoditas lainnya.
Peringatan yang digaungkan ini menggarisbawahi pentingnya ketahanan nasional di berbagai sektor, mulai dari pangan, energi, hingga pertahanan, sebagai mitigasi terhadap gejolak global yang tak terduga.***