Portalbontang.com, Jakarta – Di tengah tekanan global akibat kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS), komunikasi lintas negara menjadi krusial.
Tak terkecuali antara dua pemimpin serumpun: Presiden RI Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.
Dalam suasana yang kian dinamis, terutama sejak kebijakan tarif resiprokal yang pertama kali diterapkan Presiden Donald Trump dan hingga kini masih bergulir dalam agenda negosiasi internasional, Prabowo memilih jalur diplomasi personal.
Baca Juga: Sidak Wali Kota Bontang di Mangrove Berbas Pantai: Saatnya Wisata Lingkungan Naik Kelas
Ia menghubungi Anwar Ibrahim melalui sambungan telepon.
“Kami berbincang mengenai isu-isu penting, termasuk dampak tarif baru yang diterapkan AS,” tulis Anwar dalam pernyataan resminya di Instagram, Minggu (4/5/2025).
Tak hanya membicarakan tarif dan tensi ekonomi global, perbincangan keduanya menyentuh tema yang lebih luas: mempererat hubungan bilateral dan memperkuat kerja sama kawasan.
“Kami menyentuh keperluan kedua negara sahabat ini untuk memperkukuh hubungan kerja sama meliputi pelbagai bidang,” lanjut Anwar.
Baca Juga: Iduladha 2025 Jatuh Hari Jumat, Muhammadiyah Siap Kurban dan Gunakan Kalender Hijriah Global
Sikap saling percaya tampak jelas dari narasi yang dibangun dua pemimpin ini. Anwar optimis, hubungan erat Malaysia-Indonesia bisa menjadi jangkar stabilitas regional.
Ia menekankan bahwa kolaborasi ini tak hanya berdampak pada elite pemerintahan, tapi membawa manfaat konkret bagi rakyat di kedua negara.
“Saya dan Presiden Prabowo percaya, hubungan erat Malaysia dan Indonesia dapat memberi manfaat buat rakyat keseluruhan,” tulisnya.
Baca Juga: Harga Sawit Naik, Petani Kaltim Tarik Nafas Lega: TBS Kini Tembus Rp3.350 per Kg
Tak ketinggalan, mereka juga membahas agenda besar: Sidang Puncak ASEAN 2025 yang akan digelar di Kuala Lumpur pada akhir Mei ini.
Forum ini diprediksi menjadi ruang strategis bagi kedua negara untuk menunjukkan posisi dan kepentingan bersama dalam menghadapi tekanan dagang dari negara-negara besar.
Sebagai catatan, menurut Reuters (4/5/2025), tarif tambahan yang diberlakukan AS belakangan ini memengaruhi sejumlah produk asal Asia Tenggara, termasuk komoditas agrikultur dan elektronik asal Indonesia dan Malaysia.
Analis menyebut, penguatan aliansi regional menjadi salah satu opsi untuk menekan dominasi ekonomi AS.***