Portalbontang.com, Semarang – Fakta mengejutkan terungkap dalam sidang lanjutan kasus korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau akrab disapa Mbak Ita, bersama suaminya, Alwin Basri, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (28/4/2025).
Pada persidangan kedua ini, majelis hakim mendengarkan kesaksian tiga mantan camat: Eko Yuniarto, Suroto, dan Ronny Cahyo Nugroho.
Salah satu saksi, Eko Yuniarto, yang pernah menjabat sebagai Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang, mengungkapkan bahwa dirinya sempat dilarang menghadiri panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Mbak Ita.
Baca Juga: Prabowo Perintahkan Evaluasi Total, Rosan Roeslani Sebut Danantara Kelola 844 Perusahaan
“Saat itu ada pemeriksaan di BPK, kami diundang Bu Ita untuk tidak hadir,” ujar Eko saat memberikan keterangan di hadapan hakim.
Eko juga mengungkapkan bahwa Mbak Ita sempat meyakinkannya agar tidak khawatir.
“Disampaikan Bu Ita, ‘Tenang mas, sudah dikondisikan, nggak usah datang dulu,’” kata Eko menirukan ucapan Mbak Ita kala itu.
Tak hanya Eko, dalam pertemuan tersebut turut hadir Direktur Utama RSUD Wongsonegoro Semarang, Susi Herawati, serta Kepala Bidang Pendataan dan Pendaftaran Bapenda Kota Semarang, Binawan Febrianto.
“Waktu itu ada Bu Susi direktur RSUD Wongsonegoro, ada Binawan dari Bapenda, kami tanya, ada dawuh (perintah) apa, katanya yang penting hadir di ruang wali kota,” jelas Eko.
Dalam dakwaan jaksa, Mbak Ita dan Alwin Basri disebut merugikan keuangan negara hingga Rp9 miliar.
Kerugian ini berasal dari beberapa modus, yakni gratifikasi proyek di 16 kecamatan melalui penunjukan langsung senilai Rp2,24 miliar, korupsi pengadaan barang dan jasa senilai Rp3,75 miliar, serta pemotongan insentif pegawai Bapenda Kota Semarang sebesar Rp3 miliar.
Atas perbuatannya, pasangan ini didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, Pasal 12 huruf f, serta Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sebagai tambahan, berdasarkan data terbaru dari situs resmi KPK, kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah masih menjadi perhatian utama lembaga antirasuah.
Hingga April 2025, tercatat sudah 19 kepala daerah di seluruh Indonesia yang diproses hukum akibat kasus korupsi, memperlihatkan masih tingginya angka penyalahgunaan kekuasaan di tingkat pemerintah daerah. ***