Portalbontang.com, Australia – Sebuah kebijakan perdagangan Amerika Serikat (AS) yang diterapkan pemerintahan Presiden Donald Trump menimbulkan keheranan global.
Pasalnya, tarif dagang baru turut dikenakan pada Pulau Heard dan Kepulauan McDonald, dua wilayah terpencil milik Australia di dekat Antartika yang dikenal hanya dihuni oleh penguin dan tidak memiliki populasi manusia permanen.
Wilayah yang aksesnya memerlukan pelayaran dua minggu dari Perth, Australia Barat ini, secara mengejutkan masuk dalam daftar target tarif dagang AS sebesar 10 persen.
Baca Juga: PDIP Beri Sinyal ‘Hijau’? Siap Gotong Royong dengan Prabowo, Tapi Tolak Oposisi Formal
Keputusan Gedung Putih ini menyasar wilayah-wilayah luar Australia, termasuk pulau nyaris tak tersentuh tersebut.
Menurut laporan The Guardian yang dikutip pada Sabtu 5 April 2025, meskipun Pulau Heard dan Kepulauan McDonald sangat terpencil dan tidak dikunjungi manusia selama hampir satu dekade, keduanya tetap tercatat sebagai “negara” yang dikenai tarif baru oleh AS.
Fakta ini mengundang tanda tanya besar mengingat tidak ada aktivitas perdagangan signifikan yang tercatat dari wilayah tersebut.
Menanggapi kebijakan yang dinilai tidak lazim ini, Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menyuarakan keprihatinannya atas cakupan luas kebijakan tarif AS.
Baca Juga: Hayao Miyazaki Murka! Tren AI Gaya Ghibli di ChatGPT Dinilai Menghina Seni dan Kehidupan
“Tidak ada tempat di Bumi yang aman,” ujar Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, mengomentari betapa luasnya dampak kebijakan tersebut.
Pulau Heard dan Kepulauan McDonald berstatus sebagai wilayah eksternal Australia, yang berarti berada di bawah yurisdiksi pemerintah federal meskipun tidak memiliki pemerintahan lokal.
Selain kedua pulau penguin ini, wilayah eksternal Australia lainnya yang juga terkena tarif AS adalah Kepulauan Cocos (Keeling), Pulau Christmas, dan Pulau Norfolk.
Baca Juga: Wasiat Menyentuh Ray Sahetapy: Ingin Dimakamkan di Palu, Keluarga Utamakan yang Terbaik
Pulau Norfolk bahkan dikenai tarif lebih tinggi, mencapai 29 persen. Pulau yang terletak sekitar 1.600 kilometer timur laut Sydney ini dihuni sekitar 2.188 jiwa.
Data dari Observatory of Economic Complexity (OEC) untuk tahun 2023 mencatat ekspor Pulau Norfolk ke AS senilai 655.000 dolar AS (sekitar Rp10,5 miliar), didominasi oleh alas kaki kulit senilai 413.000 dolar AS (sekitar Rp6,7 miliar).
Namun, data ekspor ini justru dibantah oleh administrator Pulau Norfolk, George Plant.
“Tidak ada ekspor yang diketahui dari Pulau Norfolk ke Amerika Serikat dan tidak ada tarif atau hambatan perdagangan non-tarif yang diketahui atas barang-barang yang masuk ke Pulau Norfolk,” ujar George Plant.
Baca Juga: Tragis! Jurnalis Banjarbaru Diduga Kuat Jadi Korban Kekerasan Seksual Oknum TNI AL Sebelum Dibunuh
Pernyataan Albanese kembali menyoroti kejanggalan tersebut.
“Pulau Norfolk dikenai tarif sebesar 29 persen. Saya tidak begitu yakin bahwa Pulau Norfolk, sehubungan dengan itu, merupakan pesaing dagang dengan ekonomi raksasa Amerika Serikat, tetapi itu hanya menunjukkan dan memberi contoh fakta bahwa tidak ada tempat di Bumi yang aman dari ini,” katanya.
Keanehan semakin memuncak ketika melihat data terkait Pulau Heard dan Kepulauan McDonald. Wilayah ini praktis kosong dari aktivitas manusia dan tidak memiliki infrastruktur permanen.
Anehnya, data Bank Dunia menunjukkan impor AS dari wilayah ini mencapai 1,4 juta dolar AS (sekitar Rp22,8 miliar) pada tahun 2022.
Baca Juga: Google Gelontorkan Rp500 Triliun Demi Keamanan Siber Israel di Tengah Gejolak Ekonomi
Hampir seluruhnya dikategorikan sebagai produk “mesin dan listrik”, menimbulkan pertanyaan bagaimana produk semacam itu bisa berasal dari pulau yang hanya dihuni satwa liar.
Padahal, dalam lima tahun sebelumnya, angka impor dari wilayah ini jauh lebih rendah, berkisar antara 15.000 dolar AS (Rp244 juta) hingga 325.000 dolar AS (Rp5,2 miliar) per tahun.
Kebijakan tarif AS yang menyasar wilayah-wilayah minim aktivitas ekonomi ini terjadi di tengah dinamika perang dagang global yang kerap kali tidak dapat diprediksi.
Hingga kini, belum ada penjelasan resmi dari pihak AS mengenai dasar pengenaan tarif pada Pulau Heard dan McDonald, maupun klarifikasi atas data impor “mesin dan listrik” yang janggal tersebut. ***