Pemerintah perlu memilih sektor hilirisasi yang sesuai dengan kebutuhan pasar agar produk hilir yang dihasilkan dapat terserap dengan baik.
“Hilirisasi tidak hanya bisa dengan sudut pandang bahwa kita ingin menciptakan produk hilir dari sisi suplai tanpa melihat demand-nya seperti apa dan demand setiap komoditas itu berbeda-beda. Jadi harus dilihat juga karena kita tidak ingin menjual dan memproduksi sesuatu yang nanti tidak dibeli atau kurang pembelinya,” jelasnya.
Baca Juga: Siapkan THR Lebaran dengan Uang Baru! BI Buka Penukaran Online, Kuota Terbatas!
Faisal juga menyoroti kebijakan proteksionisme yang diterapkan oleh Amerika Serikat, yang berpotensi berdampak pada permintaan produk hilirisasi Indonesia, terutama nikel.
Kebijakan AS terkait energi hijau dan industri kendaraan listrik juga dapat mempengaruhi permintaan nikel sebagai bahan baku baterai.
“Memang ada pengaruhnya kebijakan Amerika, bukan hanya dari sisi tarifnya tapi juga bagaimana keberpihakannya dalam energi hijau dan juga industri hijau, termasuk terhadap kendaraan listrik yang tidak lagi menjadi prioritas itu akan mempengaruhi permintaan kebutuhan produk turunan nikel misalnya. Karena baterai yang digunakan untuk brand-brand Amerika itu berbasis nikel, beda dengan EV yang diproduksi oleh China yang bukan berbasis nikel. Artinya kalau selama ini kita mengekspor nikel yang sebagian kecilnya dipakai untuk bahan baku baterai ini bisa terpengaruh karena pengurangan permintaan dari Amerika,” pungkas Faisal. ***
Komentar Anda