Portalbontang.com, Jakarta – Kasus korupsi di tubuh PT Pertamina kembali menggemparkan publik.
Skandal pengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax yang melibatkan sejumlah petinggi perusahaan pelat merah ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp968,5 triliun!
Angka fantastis ini menjadikan kasus ini sebagai salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah industri migas Indonesia.
Baca Juga: Mahfud MD: Kejagung Berani Usut Korupsi Pertamina Rp 1 Kuadriliun karena ‘Direstui’ Presiden
Kejaksaan Agung (Kejagung) bergerak cepat melakukan penyelidikan. Hasilnya mencengangkan: ditemukan praktik pengoplosan Pertamax yang tidak sesuai standar.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan fakta bahwa Pertamax RON 92 ternyata dioplos dengan BBM kualitas lebih rendah, bahkan setara Pertalite (RON 90) atau di bawahnya (RON 88).
“Penyidik menemukan bahwa ada RON 90 (setara Pertalite) atau bahkan di bawahnya, yaitu RON 88, yang dicampur dengan RON 92. Jadi, ada praktik blending yang tidak sesuai dengan standar,” tegas Qohar dalam konferensi pers 26 Februari 2025.
Dua nama petinggi Pertamina Patra Niaga pun terseret sebagai tersangka utama, yaitu MK (Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga) dan EC (VP Trading Operation).
Keduanya diduga kuat terlibat dalam praktik haram ini, termasuk menyetujui mark-up harga kontrak pengiriman yang merugikan perusahaan hingga belasan persen. Dana haram tersebut, menurut Kejagung, mengalir ke tersangka lain, MKAR dan DW.
Lebih dalam lagi, Kejagung mengungkap lokasi pengoplosan dilakukan di terminal PT Orbit Terminal Merak, milik tersangka MKAR dan rekannya. Praktik ilegal ini berjalan sistematis dan terstruktur, menyebabkan kerugian negara yang sangat besar.
Mahfud MD: Apresiasi Kejagung, Pemerintah Beri Izin Usut Tuntas
Baca Juga: Investasi Raksasa Apple di Indonesia: Demi iPhone 16, Ratusan Juta Dolar Digelontorkan
Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, memberikan apresiasi tinggi kepada Kejagung atas keberanian membongkar skandal korupsi Pertamina ini. Menurutnya, keberanian Kejagung menunjukkan dukungan penuh dari pemerintah dalam penegakan hukum.
“Kejaksaan Agung tidak akan seberani itu kalau tidak dapat izin dari presiden. Maka saya apresiasi presiden membiarkan Kejaksaan Agung bekerja,” ujar Mahfud dalam sebuah seminar di Solo 27 Februari 2025.
Mahfud menambahkan, terlepas dari motif apapun di balik pengungkapan kasus ini, yang terpenting adalah hukum harus ditegakkan. Ia juga menyoroti peningkatan kinerja Kejagung dalam beberapa tahun terakhir.
Awal Mula Kasus Terkuak: Keluhan Kualitas Pertamax
Terbongkarnya skandal ini bermula dari keluhan masyarakat terkait kualitas Pertamax yang buruk di beberapa daerah.
Baca Juga: Muhammadiyah Bontang Gelar Tarawih Malam Ini, Begini Pesan Ramadan dari Ketua PDM
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Sirega, menjelaskan laporan awal justru datang dari masyarakat di Papua dan Palembang.
“Kalau ingat, di beberapa peristiwa, ada di Papua dan Palembang terkait soal dugaan kandungan minyak yang katakanlah jelek. Ini kan pernah mendapatkan respons luas dari masyarakat bahwa mengapa kandungan terhadap Pertamax misalnya yang dinilai kok begitu jelek,” ungkap Harli.
Kejagung menindaklanjuti keluhan tersebut dengan investigasi mendalam. Hasilnya, ditemukan korelasi antara kenaikan harga Pertamax, subsidi pemerintah yang besar, dengan praktik korupsi di Pertamina. Praktik pengoplosan ini dinilai menjadi beban pemerintah yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Kasus korupsi Pertamina ini menjadi bukti nyata dampak buruk praktik korupsi terhadap perekonomian negara dan kepercayaan masyarakat. Kejagung berkomitmen untuk terus mengusut tuntas kasus ini hingga semua pihak yang terlibat bertanggung jawab di mata hukum. ***
***
Penulis: M Zulfikar A | Editor: M Zulfikar A
Komentar Anda