PORTAL BONTANG – banjir bandang dan Lahar Dingin yang menerjang Kabupaten Agam dan Tanah Datar di Sumatra Barat (Sumbar) pada Sabtu malam, 11 Mei 2024, telah merenggut 37 nyawa.
Hingga Minggu malam, 12 Mei 2024, 17 orang masih dinyatakan hilang dan pencarian dihentikan sementara.
Menurut Kepala Kantor SAR Padang, Abdul Malik, jumlah korban meninggal mencapai 37 orang, dengan rincian 19 di Agam, 9 di Tanah Datar, 7 di Padang Pariaman, dan 2 di Padang Panjang.
Baca Juga: Semarak Pekan Gawai Dayak ke-38, Merayakan Kebudayaan Dayak Kanayatn di Kalimantan Barat
“Pencarian terhadap 17 orang yang masih hilang dihentikan sementara karena hujan deras di lokasi,” jelas Abdul, dilansir Portalbontang.com dari VOA Indonesia, Senin 13 Mei 2024.
Menurut Abdul, para korban meninggal karena tertimpa material banjir bandang dan lahar dingin hingga terbawa arus sungai pada saat bencana alam itu terjadi.
Masyarakat diimbau mengikuti arahan pemerintah dan tidak melakukan pencarian mandiri karena membahayakan keselamatan.
Baca Juga: Keanggotaan Palestina di PBB Mendapat Dukungan Mayoritas, Terhambat Veto AS
Direktur Eksekutif WALHI Sumbar, Wengki Purwanto, menilai bencana ini terjadi akibat kelalaian pemerintah dalam melindungi dan melestarikan fungsi lingkungan, serta penataan ruang yang tidak memadai.
“Pemerintah gagal dalam melakukan penataan ruang dan penyelenggaraan penanggulangan bencana,” tegas Wengki.
Baca Juga: Dampak Demam Berdarah pada Ibu Hamil Bisa Ganggu Kesehatan Janin Hingga Dewasa
Lebih jauh Walhi Sumbar menilai bencana alam itu juga terjadi karena adanya aktivitas yang mengakibatkan perubahan terhadap kawasan yang tidak sesuai dengan fungsi zona Taman Wisata Alam (TWA) Mega Mendung di Tanah Datar.
Pemerintah pun diminta untuk bertanggung jawab atas bencana alam yang terjadi di kawasan Lembah Anai.
“Pemerintah gagal dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana. Sebaliknya, masyarakat ditempatkan pada situasi rawan bencana dan akhirnya menjadi korban. Pemerintah harus betul-betul meninggalkan kebijakan yang menempatkan masyarakat dalam situasi rawan bencana,” pungkas Wengki. ***
Komentar Anda