PORTAL BONTANG – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) resmi menahan seorang pegawai negeri sipil (PNS) berinisial MRF atas dugaan tindak pidana korupsi terkait gratifikasi dalam pengurusan dokumen tata usaha kayu senilai sekitar Rp7,7 miliar.
MRF bekerja di Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (UPTD-KPHP) Berau Pantai, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur.
Penahanan dilakukan setelah pemeriksaan intensif yang berlangsung pada hari Rabu di Samarinda, menurut pernyataan Pelaksana Harian Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Sudarto.
Baca Juga: Pemerintah Batalkan Usulan Baru Terkait RUU Pilkada dalam Rapat Baleg DPR
Dilansir Portalbontang.com dari Antara, MRF ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP 09/O.4/Fd.1/08/2024.
Ia diduga melanggar Pasal 11 atau Pasal 12B UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 64 KUHP.
Sudarto menjelaskan bahwa MRF diduga menerima sejumlah uang melalui transfer bank ke rekening pribadinya dan rekening orang lain.
Uang tersebut berasal dari beberapa saksi dengan total mencapai Rp7,259 miliar.
Baca Juga: Wabah Mpox di Indonesia: Kasus Terbanyak di Jakarta, Transmisi Seksual Dominan
Dugaan kuat bahwa uang ini digunakan untuk mempermudah proses pengurusan dokumen terkait tata usaha kayu, seperti pengurusan IPK, penyusunan dokumen RKT, RKU, SIPUHH Online, dokumen SLVK, serta biaya Ganis dari perusahaan-perusahaan pemegang Hak Pemanfaatan Kayu.
Dalam periode 5 Januari 2018 hingga 8 Desember 2023, MRF diduga menerima dana sebesar Rp342,195,440 dan Rp143,794,000 melalui rekening orang lain, yang diduga digunakan untuk mempercepat pengurusan berbagai dokumen tata usaha kayu.
Penahanan terhadap MRF akan berlangsung selama 20 hari, mulai 21 Agustus 2024 hingga 9 September 2024, dan ia akan dititipkan di Rutan Kelas IIA Samarinda.
Baca Juga: Bosan dengan Konten Sampah? Cara Mengatur Ulang Algoritma Media Sosial Anda
Langkah penahanan ini dilakukan karena kekhawatiran bahwa tersangka dapat melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana serupa, jelas Sudarto.
Langkah ini diambil untuk memastikan kelancaran dan keadilan proses hukum. ***
Komentar Anda