PORTAL BONTANG – Minggu ini, anak-anak dari keluarga Qudeh seharusnya kembali bersekolah.
Namun, mereka malah terpaksa berjalan tertatih-tatih sambil membawa puing-puing bangunan yang hancur untuk dijual.
Puing-puing tersebut digunakan untuk membangun kuburan di pemakaman yang kini menjadi tempat tinggal mereka di Gaza bagian selatan.
Baca Juga: Akmal Malik Sambut MTQ Nasional di Kaltim: Kami Bahagia Menjadi Tuan Rumah
“Di negara lain, anak-anak seusia kami sedang belajar,” ujar Ezz el-Din Qudeh, seorang anak berusia 14 tahun, sambil mengangkut bongkahan beton bersama tiga saudaranya, yang termuda berusia 4 tahun, dilansir Portalbontang.com dari VOA Indonesia.
“Kami tidak bisa melakukan itu. Kami harus bekerja lebih keras hanya untuk bertahan hidup.”
Ketika Gaza memasuki tahun kedua tanpa sekolah, sebagian besar anak-anak usia sekolah justru harus membantu keluarga mereka bertahan hidup di tengah gempuran Israel yang memporak-porandakan wilayah tersebut.
Anak-anak berjalan tanpa alas kaki di jalanan berdebu untuk mengangkut air dalam jeriken plastik dari titik distribusi ke tenda-tenda tempat tinggal mereka. Sementara yang lain mengantre di dapur umum untuk mendapatkan jatah makanan.
Baca Juga: Mengulas Politik Dinasti dalam Pilkada 2024 di Indonesia
Pekerja kemanusiaan memperingatkan bahwa kekurangan pendidikan yang berkepanjangan dapat menyebabkan dampak negatif jangka panjang bagi anak-anak Gaza.
Anak-anak yang lebih muda akan mengalami gangguan perkembangan kognitif, sosial, dan emosional, sementara yang lebih tua berisiko terjebak dalam pekerjaan kasar atau pernikahan dini, menurut Tess Ingram, juru bicara regional UNICEF.
“Semakin lama seorang anak tidak bersekolah, semakin besar risiko mereka putus sekolah secara permanen dan tidak kembali,” ujarnya.
Komentar Anda