PORTAL BONTANG – Selebgram asal Lampung, Anastasia Noor Widiastuti, mengaku mengalami trauma mendalam setelah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suaminya, berinisial AP.
Anastasia menyampaikan rasa terima kasihnya kepada pihak kepolisian yang telah menetapkan AP sebagai tersangka atas kasus KDRT tersebut.
“Terima kasih untuk semua pihak yang sudah membantu, akhirnya aku bisa kembali berkumpul bersama anak-anak,” tulis Anastasia dalam unggahan Instagram pribadinya @anastasiabayaa pada Minggu, 6 Oktober 2024.
Baca Juga: Sammy Basso, Penyintas Progeria Terlama di Dunia, Meninggal Dunia pada Usia 28 Tahun
Dalam unggahan tersebut, terlihat Anastasia memeluk anak-anaknya dan mengungkapkan niatnya untuk fokus pada pemulihan kesehatan mental bersama mereka.
“Kita mulai dari nol ya, kita konseling lagi, kita perbaiki semuanya dari awal demi kesehatan mental dan masa depan kamu,” ungkapnya, menunjukkan tekad kuat untuk memulai lembaran baru.
Penasihat hukum Anastasia, Randy Pratama, menjelaskan bahwa AP telah melakukan kekerasan fisik terhadap Anastasia, bahkan saat dirinya tengah mengandung tujuh bulan.
“Kejadian ini bukan yang pertama. Pada saat klien kami hamil tujuh bulan, ia juga mengalami pemukulan,” ujar Randy kepada awak media di Polresta Bandar Lampung pada Jumat, 4 Oktober 2024.
Baca Juga: Peparnas XVII 2024 di Solo: Panggung Kebanggaan Atlet Disabilitas Indonesia
Randy menegaskan bahwa pihaknya memiliki bukti kuat terkait kekerasan yang dilakukan AP.
Polisi juga membenarkan laporan tersebut. Kapolresta Bandar Lampung, Kombes Pol Abdul Waras, mengatakan bahwa pihaknya menerima laporan dari korban pada 2 Oktober 2024.
“Korban, berinisial AN (31), melaporkan adanya kekerasan di rumahnya yang berlokasi di Jalan Mata Intan, Tanjung Karang Barat,” jelas Abdul.
Baca Juga: Mengatasi Tantangan Dunia Kerja Gen Z dalam Pilkada DKI Jakarta 2024
Ia menambahkan bahwa berdasarkan pemeriksaan awal, AP mengakui telah melakukan pemukulan sebanyak dua kali.
Akibat tindakannya, AP dikenakan Pasal 44 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, dengan ancaman hukuman yang serius.
Kasus yang dialami Anastasia ini menjadi pengingat pentingnya pemahaman mengenai KDRT di Indonesia.
Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), KDRT merupakan bentuk kekerasan berbasis gender yang sering terjadi dalam hubungan personal.
Baca Juga: KPK Tetapkan 3 Tersangka Korupsi Pengadaan APD Covid-19 Kemenkes: Kerugian Negara Capai Rp319 Miliar
Kekerasan ini dilakukan oleh orang yang dikenal dekat oleh korban, seperti suami, ayah, atau bahkan kerabat lainnya.
Komnas Perempuan menjelaskan bahwa KDRT tidak hanya berbentuk kekerasan fisik, tetapi juga psikis dan seksual, yang berakar pada ketidaksetaraan gender dalam masyarakat.
Selain itu, UU PKDRT juga mengakui kekerasan dalam bentuk penelantaran rumah tangga sebagai bagian dari KDRT.
Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya berdampak pada korban, tetapi juga anak-anak yang menyaksikannya.
Baca Juga: Komnas Perempuan Soroti Pengangkatan Pejabat Kalbar yang Terjerat Dugaan Kekerasan Seksual Anak
Anak-anak yang tumbuh di lingkungan penuh kekerasan cenderung mengalami gangguan psikologis, sulit merasakan rasa aman, serta terhambat dalam memahami kasih sayang dan penyelesaian konflik secara sehat.
Pemerintah telah menetapkan peraturan untuk menangani kasus KDRT melalui UU Nomor 23 Tahun 2004, yang bertujuan untuk melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan.
Masyarakat juga diimbau untuk turut berperan aktif dalam melaporkan dan mencegah kekerasan dalam rumah tangga guna memberikan perlindungan kepada para korban. ***
***
Penulis: M Zulfikar A | Editor: M Zulfikar A
Komentar Anda