PORTAL BONTANG – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pada Kamis, 3 Oktober 2024.
Ketiga tersangka ini terlibat dalam pengadaan APD pada masa krisis Covid-19, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp319 miliar.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, memastikan bahwa penyelidikan telah menemukan bukti permulaan yang cukup kuat terkait kasus ini.
Baca Juga: Baparekraf Developer Day (BDD) 2024 Yogyakarta: Dorong Ekosistem Digital Inklusif dan Kompetitif
“Atas dasar kecukupan bukti permulaan, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Tersangka dalam kasus ini adalah Budi Sylvana, mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Ahmad Taufik, Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM), serta Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI).
Kronologi Kasus
Kasus ini berawal dari pengadaan APD pada Maret 2020, di tengah puncak krisis Covid-19. Kemenkes membeli 10.000 set APD dari PT PPM dengan harga Rp379.500 per unit.
Baca Juga: Khutbah Jumat 4 Oktober 2024, Pancasila Memperkuat Nilai-Nilai Agama
Namun, terjadi penyimpangan dalam distribusi, seperti pengambilan barang oleh TNI atas perintah BNPB tanpa dokumen dan surat pemesanan yang lengkap.
Pada bulan yang sama, PT EKI juga menjalin kerjasama dengan Kemenkes, menjual 500.000 set APD. Kemitraan antara PT PPM dan PT EKI berlanjut, dengan margin keuntungan 18,5% dari harga jual diberikan kepada PT PPM.
Peran Ketiga Tersangka
Dalam pengadaan APD ini, Budi Sylvana bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Ia menyetujui pembelian lima juta set APD dengan harga Rp748.699 per unit dari PT PPM dan PT EKI.
Namun, hingga Mei 2020, Kemenkes hanya menerima 3.140.200 set APD, yang kemudian diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Audit tersebut menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp319 miliar.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Pembelaan Tersangka
Baca Juga: Potret Ironi Ketahanan Pangan Papua Selatan: Lahan Subur, Produktivitas Minim
Salah satu tersangka, Budi Sylvana, membantah tuduhan korupsi. Ia menyatakan bahwa dirinya hanya bertindak sebagai “juru bayar” dalam pengadaan tersebut.
Menurut Budi, harga APD ditentukan oleh BNPB sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bukan oleh dirinya.
“Yang menetapkan harga itu bukan saya, karena saya hanya PPK pengganti,” jelas Budi di hadapan awak media pada 26 Juni 2024. Ia juga menyatakan bahwa pengadaan tersebut dilakukan dalam situasi darurat, dan banyak keputusan diambil tanpa keterlibatannya secara langsung.
Baca Juga: Satu Dekade Transportasi Era Jokowi: Solusi untuk Rakyat atau Tantangan yang Tak Kunjung Usai?
Panduan APD Covid-19
Berdasarkan buku panduan Kemenkes tahun 2020, APD yang digunakan dalam penanganan Covid-19 meliputi masker bedah, respirator N95, pelindung mata dan wajah, sarung tangan bedah, gaun sekali pakai, coverall medis, serta sepatu boot anti air.
Kasus ini menunjukkan pentingnya transparansi dalam pengadaan barang di masa krisis, agar kerugian negara seperti ini bisa dihindari di masa depan. ***
Komentar Anda