“Kami mengapresiasi upaya pihak korban dan keluarganya dalam mencari keadilan serta pemulihan,” jelasnya dalam pernyataan resmi, Kamis, 3 Oktober 2024.
Yentriyani mendukung langkah Polda Kalbar dan Polres Singkawang dalam mempercepat proses penyidikan, terutama mengingat tersangka telah ditetapkan dan adanya langkah proaktif dari LPSK, KPPPA, dan Kompolnas.
Baca Juga: Potret Ironi Ketahanan Pangan Papua Selatan: Lahan Subur, Produktivitas Minim
Ia juga menekankan pentingnya memantau laporan ke Propam untuk memastikan akses hak-hak korban kekerasan seksual tetap terjaga.
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshar, menyatakan bahwa pengangkatan tersangka sebagai pejabat publik merupakan pelanggaran moral dan mencederai keadilan politik.
“Penetapan pejabat publik yang terlibat kekerasan seksual anak tentu merusak upaya negara dalam melindungi perempuan dan anak,” tegas Maria.
Kasus ini melibatkan pelanggaran Pasal 81 jo Pasal 82 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 4 Ayat 2 UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Baca Juga: Satu Dekade Transportasi Era Jokowi: Solusi untuk Rakyat atau Tantangan yang Tak Kunjung Usai?
Langkah Pemerintah dalam Perlindungan Korban Kekerasan Seksual
Berkaca dari kasus ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) memastikan bahwa hak-hak korban kekerasan seksual akan terpenuhi sesuai dengan UU TPKS.
Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, menyatakan bahwa UU TPKS telah mengatur pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di seluruh daerah.
“Kami bersyukur salah satu peraturan turunan terkait UPTD PPA telah diundangkan dan siap diimplementasikan di daerah,” kata Bintang dalam pernyataan resmi, April 2024. Ia berharap layanan UPTD PPA mampu memberikan respons cepat dan adil bagi korban, mengurangi risiko terulangnya kekerasan.
Komentar Anda