PORTAL BONTANG – Komisi Kepolisian Nasional Republik Indonesia (Kompolnas) memberikan perhatian serius terhadap dugaan kekerasan seksual terhadap anak yang menyeret nama tersangka HH di Kalimantan Barat (Kalbar).
Yang mengejutkan, tersangka tersebut telah resmi dilantik sebagai anggota DPRD Kota Singkawang.
Kompolnas menggarisbawahi bahwa korban, yang saat kejadian masih berusia 13 tahun, mengalami trauma berat. Oleh karena itu, penyelesaian kasus ini menjadi prioritas.
Baca Juga: Baparekraf Developer Day (BDD) 2024 Yogyakarta: Dorong Ekosistem Digital Inklusif dan Kompetitif
Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Raden Petit Wijaya, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan pengawasan ketat dalam proses penanganan kasus ini.
“Tim Kompolnas telah melakukan supervisi dan pendalaman atas kasus ini,” ujarnya saat konferensi pers di Singkawang, Senin, 30 September 2024.
Pemimpin Tim Kompolnas, Benny, menambahkan bahwa proses penyidikan menunjukkan kemajuan signifikan.
“Awalnya saya melihat ada beberapa kekurangan, namun setelah evaluasi, kami melihat penyidik telah melakukan upaya maksimal,” jelasnya. Benny juga menegaskan komitmen Kompolnas untuk mengawal kasus ini hingga tuntas.
Baca Juga: Khutbah Jumat 4 Oktober 2024, Pancasila Memperkuat Nilai-Nilai Agama
Tak hanya Kompolnas, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) turut menyuarakan keprihatinan.
Mereka menilai pengangkatan tersangka sebagai pejabat publik mencederai rasa keadilan.
Komnas Perempuan Desak Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual di Kalbar
Komnas Perempuan mendesak semua pihak untuk memastikan proses hukum berjalan dengan adil, terutama pada kasus kekerasan seksual anak di Kalbar yang melibatkan tersangka HH.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengungkapkan bahwa lembaganya telah berkomunikasi dengan berbagai pihak sejak kasus ini mencuat.
“Kami mengapresiasi upaya pihak korban dan keluarganya dalam mencari keadilan serta pemulihan,” jelasnya dalam pernyataan resmi, Kamis, 3 Oktober 2024.
Yentriyani mendukung langkah Polda Kalbar dan Polres Singkawang dalam mempercepat proses penyidikan, terutama mengingat tersangka telah ditetapkan dan adanya langkah proaktif dari LPSK, KPPPA, dan Kompolnas.
Baca Juga: Potret Ironi Ketahanan Pangan Papua Selatan: Lahan Subur, Produktivitas Minim
Ia juga menekankan pentingnya memantau laporan ke Propam untuk memastikan akses hak-hak korban kekerasan seksual tetap terjaga.
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshar, menyatakan bahwa pengangkatan tersangka sebagai pejabat publik merupakan pelanggaran moral dan mencederai keadilan politik.
“Penetapan pejabat publik yang terlibat kekerasan seksual anak tentu merusak upaya negara dalam melindungi perempuan dan anak,” tegas Maria.
Kasus ini melibatkan pelanggaran Pasal 81 jo Pasal 82 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 4 Ayat 2 UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Baca Juga: Satu Dekade Transportasi Era Jokowi: Solusi untuk Rakyat atau Tantangan yang Tak Kunjung Usai?
Langkah Pemerintah dalam Perlindungan Korban Kekerasan Seksual
Berkaca dari kasus ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) memastikan bahwa hak-hak korban kekerasan seksual akan terpenuhi sesuai dengan UU TPKS.
Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, menyatakan bahwa UU TPKS telah mengatur pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di seluruh daerah.
“Kami bersyukur salah satu peraturan turunan terkait UPTD PPA telah diundangkan dan siap diimplementasikan di daerah,” kata Bintang dalam pernyataan resmi, April 2024. Ia berharap layanan UPTD PPA mampu memberikan respons cepat dan adil bagi korban, mengurangi risiko terulangnya kekerasan.
Mekanisme “one stop service” atau layanan terpadu juga disoroti Menteri PPA untuk memastikan korban mendapatkan layanan yang sesuai dan cepat dalam rangka pemulihan serta pencegahan kekerasan berulang.***
***
Penulis: M Zulfikar A | Editor: M Zulfikar A
Komentar Anda