PORTAL BONTANG – Setelah Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), mencuri perhatian dengan mengenakan rompi bertuliskan “Putra Mulyono”, kini giliran Bobby Nasution, Calon Gubernur Sumatera Utara, mengikuti jejaknya.
Bobby, suami Kahiyang Ayu, memperkenalkan sang istri di hadapan warga Sumut sebagai bagian dari keluarga “Anak dan Mantu Mulyono”.
“Ini, Ibu Kahiyang Ayu Siregar, anaknya yang sekarang dikenal sebagai anak dan menantu Mulyono,” ujar Bobby saat kampanye di Tapanuli Selatan, Sumut, Sabtu, 28 September 2024.
Baca Juga: Agustina WP, Calon Wali Kota Semarang Angkat Isu Kesehatan Mental
Bobby kemudian mengajak Kahiyang naik ke panggung, yang disambut sorak-sorai dari masyarakat yang hadir.
Kaesang sebelumnya juga membuat pernyataan mode saat berkunjung ke Kampung Barat, Tangerang, pada 24 September 2024, dengan mengenakan rompi serupa.
Aksi ini dianggap sebagai pengakuan identitas keluarga, di mana nama “Mulyono” merujuk pada nama kecil Presiden Jokowi.
Istilah “Mulyono” digunakan oleh warganet sebagai kritik terhadap Jokowi, sehingga kemunculan Bobby dan Kaesang dengan identitas tersebut dipandang sebagai respon atas kritik publik.
Baca Juga: Sekretaris PWI Bontang, Rachman Wahid, Tutup Usia
Cuitan warganet menunjukkan bahwa nama “Mulyono” kian menarik perhatian, menciptakan dinamika baru di panggung politik Indonesia.
Fenomena Politik di Indonesia
Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menilai fenomena politik ini sebagai pelajaran penting.
Menurutnya, dalam politik, kekuasaan sering kali menjadi tujuan utama, bahkan tanpa memandang hubungan personal.
Baca Juga: PT. Kalimantan Agung Perkasa Buka Lowongan untuk Proyek Turn Around Pabrik 5 Pupuk Kaltim!
“Politik itu keras. Hari ini lawan, besok bisa jadi kawan. Prinsip dasarnya adalah kepentingan pribadi dan kelompok,” tulis Adi di Instagram pada 10 Agustus 2024.
Adi menambahkan, praktik politik di Indonesia sering kali brutal dan penuh tipu daya.
“Berbohong dan ingkar janji sudah hal biasa. Bahkan, ada yang sampai menghancurkan partainya sendiri demi kekuasaan,” jelasnya.
Presiden Jokowi juga mengakui bahwa Pilkada dan Pilpres sering memicu ketegangan di tengah masyarakat, terutama karena perbedaan pilihan politik.
“Meski Pemilu Presiden 2014 sudah lama berlalu, rasa benci akibat perbedaan politik masih terasa hingga saat ini,” kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, pada 24 Oktober 2018.
Baca Juga: Seputar ‘Grooming’ di Lingkungan Sekolah, Ini Alasan Orang Tua Wajib Waspada
Kemunculan Oligarki Modern
Fenomena politik di Indonesia juga terkait dengan kemunculan oligarki modern. Oligarki, menurut Aristoteles, adalah kekuasaan yang dikuasai oleh segelintir orang.
Di Indonesia, kemunculannya berakar pada era Orde Baru di bawah Soeharto, di mana birokrat dan pebisnis besar menguasai kekayaan dan kekuasaan.
Reformasi di Indonesia dirancang untuk melawan korupsi, yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan janji memerangi suap dan korupsi.
Baca Juga: Artis Jadi Target Pelecehan Seksual di Panggung, Ini Pelajaran yang Harus Dipetik
Salah satu lembaga yang dihasilkan oleh reformasi ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, skeptisisme masyarakat terhadap pejabat publik tetap tinggi. Hal ini mendorong warganet lebih vokal dalam menyuarakan pendapat mereka, terutama terkait isu korupsi dan kekuasaan. ***
***
Penulis: M Zulfikar A | Editor: M Zulfikar A
Komentar Anda