PORTAL BONTANG – Direktur Utama PT Bio Farma, Shadiq Akasya, akhirnya buka suara terkait kasus PT Indofarma Global Medika (IGM) yang terlilit pinjaman online (pinjol).
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Shadiq mengungkapkan pinjaman melalui fintech bukan untuk kepentingan perusahaan.
“Terindikasi (telah) merugikan IGM senilai Rp 1,26 miliar,” ujarnya dilansir Portalbontang.com dari VOA Indonesia, Jumat 21 Juni 2024.
Baca Juga: ReachBot: Robot Penjelajah Canggih Mirip Serangga untuk Medan Ekstrem di Bulan dan Mars
Dirut PT Indofarma Tbk, Yeliandriani, membenarkan bahwa perusahaan sempat terlilit pinjol dan menggunakan nama karyawan untuk mendapatkan pinjaman.
“Ada beberapa pertanyaan tentang pinjol. Ini benar. Di dalam laporan (BPK) itu saya juga membaca bahwa bahwa ada pinjaman kepada fintech pada tahun 2022 namun itu hanya dipinjam beberapa bulan dan sudah dilunasi,” ungkapnya.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menemukan indikasi kerugian IGM terkait penempatan deposito atas nama pribadi pada koperasi simpan pinjam dan penggadaian deposito pada bank.
“Dan betul, yang terjadi di dalam laporan (BPK) tersebut bahwa ada deposito yang atas nama pribadi dan akhirnya dipakai untuk menjamin pinjaman orang tersebut, dan pinjaman kredit itu wanprestasi dan deposito itu dicairkan dan itu terjadi dua kali,” jelasnya.
Baca Juga: Cara Mudah Instal Aplikasi Android di Windows 11
Kasus ini melibatkan lima karyawan yang memiliki kewenangan besar dan saat ini sudah tidak bekerja di perusahaan.
Yeliandriani optimistis perusahaan bisa diselamatkan dengan program restrukturisasi dan efisiensi, termasuk produksi obat pesanan (make to order) dan efisiensi sumber daya manusia.
Pengamat BUMN, Toto Pranoto, menilai fenomena ini tragis dan mempertanyakan mekanisme pengawasan di perusahaan.
Baca Juga: Bocoran Google Pixel 9 Series: Desain Baru, Fitur AI Canggih, dan Lebih Banyak Lagi
“Ini hal yang cukup tragis karena Indofarma ini perusahaan BUMN yang sudah Tbk, artinya kalau sudah menjadi public listed company mestinya juga aspek-aspek yang terkait dengan transparansi atau disclosure itu menjadi suatu kewajiban utama. Jadi kalau kemudian perusahaan tbk saja kualitas pengawasannya seperti ini memang kemudian patut dipertanyakan, bagaimana sebenarnya mekanisme (pengawasan) ini berjalan.”
Toto menyoroti implementasi aturan pengawasan dan kompetensi pengawas internal sebagai masalah utama.
Ia mempertanyakan apakah organ-organ pengawas diberdayakan dengan efektif sehingga komisaris bisa lebih paham dan mengawasi jalannya perusahaan. ***
Komentar Anda