Jurnalisme investigasi merupakan salah satu pilar penting dalam demokrasi dan harus dilindungi.
“Peniadaan sensor pemuatan berita adalah hasil dari reformasi. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang bebas dan akurat. Larangan menyiarkan karya jurnalistik jelas bertentangan dengan hak asasi manusia,” ujar Ninik.
Dewan Pers telah menyampaikan penolakan dan masukannya kepada DPR.
Baca Juga: Najirah Buka Pelatihan Kader Posyandu di Belimbing, Wujudkan Integrasi Layanan dan Turunkan Stunting
Dewan Pers juga meminta penundaan revisi RUU Penyiaran dan melibatkan masyarakat yang lebih luas dalam proses pembahasannya.
Sedangkan anggota Dewan Pers, Yadi Hendriana, mengutarakan upaya menggembosi Kemerdekaan Pers sudah lima kali dilakukan oleh pemerintah maupun legislatif.
Hal itu antara lain tecermin melalui isi UU Pemilu, peraturan Komisi Pemilihan Umum, pasal dalam UU Cipta Kerja, KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), dan terakhir RUU Penyiaran.
Baca Juga: Kisah Pilu Ivy: Balita Alergi Air, Mandi 15 Menit Kulit Melepuh
Yadi menilai, RUU Penyiaran ini jelas-jelas secara frontal mengekang kemerdekaan pers.
Suara penolakan juga datang dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang disampaikan oleh Kamsul Hasan.
Menurut dia, RUU Penyiaran itu jelas-jelas bertentangan dengan UU Pers. PWI minta agar draf RUU Penyiaran yang bertolak belakang dengan UU Pers.
Baca Juga: Menjelajahi Masa Lalu dengan Google Maps, Ubah Tahun dan Lihat Transformasi Sejarah
Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Herik Kurniawan, minta agar draf RUU itu dicabut karena akan merugikan publik secara luas dan kembali disusun sejak awal dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan.
Discussion about this post