PORTAL BONTANG – Dalam penetapan awal Ramadhan 1445 H, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) akan melakukan pemantauan Hilal pada 10 Maret 2024.
Pemantauan hilal awal Ramadhan 1445 H akan dilakukan oleh Lembaga Falakiyah (LF) Pengurus Besar NU, bertepatan dengan 29 Syaban 1445 Hijriah.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, pemantauan hilal atau rukyatul hilal awal Ramadhan 1445 H akan dilakukan serentak di seluruh Indonesia.
Baca Juga: Kabar Baik untuk ASN, Rapel Kenaikan Gaji PNS dan PPPK Cair Maret 2024, Termasuk Pensiunan
“Tanggal 10 Maret hari Ahad Legi,” terang Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) KH Sirril Wafa dikuti Portalbontang.com dari NU Online, Jumat 23 Februari 2024.
Ia menjelaskan, rukyatul hilal akan dilakukan secara serentak oleh LFNU daerah di sejumlah titik yang telah ditentukan, meliputi pinggir pantai yang mengarah ke barat maupun di gedung-gedung tinggi dengan ufuk barat yang tidak terhalang.
“Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, rukyatul hilal serentak dilakukan oleh LF-LF daerah di lokasi rukyat yang telah ditentukan,” kata ulama ahli falak kelahiran Kudus 1 Maret 1960 itu.
Baca Juga: Mengenang Lord Baden Powell Bapak Pandu Dunia, Basri Rase: Pramuka Membentuk Karakter
Ia mengatakan, rukyatul hilal awal Ramadhan 2024 akan dilakukan di 50 hingga 60 titik rukyat yang tersebar di berbagai wilayah, mencakup zona Indonesia timur, tengah, dan barat.
“Untuk Ramadhan ini, ada sekitar 50-60 titik rukyat yang tersebar di berbagai wilayah,” paparnya.
Pelaksanaan rukyat, terangnya, akan dilakukan bersama dengan pihak terkait, seperti petugas Kementerian Agama setempat, Pengadilan Agama, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dan masyarakat.
Baca Juga: Pengertian Hak Angket, Syarat Pengusulan, dan Mekanismenya
Ia menyebut, hasil rukyat dari berbagai daerah akan dilaporkan ke LF PBNU dan selanjutnya diteruskan ke Kementerian Agama untuk dijadikan pertimbangan Menteri Agama dalam sidang isbat.
Kiai Sirril menjelaskan, sejak awal tahun 2022, LF PBNU telah menerima kriteria baru MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) dengan tinggi minimal 3 derajat dan sudut elongasi geosentris minimal 6,4 derajat untuk penyusunan kalender.
Namun, penetapan awal bulan tetap berdasarkan rukyat lapangan.
“Dengan catatan bahwa kriteria ini untuk penyusunan kalender. Untuk penetapan awal bulannya tetap berdasar rukyat lapangan,” jelasnya.
Penerimaan kriteria baru MABIMS ini merujuk pada hasil penelitian internal LF PBNU yang melibatkan data perhitungan ratusan tahun.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kriteria baru tersebut tidak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan.
“Dan hasilnya muncul angka-angka yang tidak menyalahi dari kriteria tersebut,” pungkasnya. ***
Discussion about this post