Sementara itu, Bahlil mengatakan BASF juga telah menyatakan minatnya untuk membangun pabrik yang memproduksi bahan baterai, bermitra dengan Eramet, di Provinsi Maluku Utara, dengan total investasi sekitar $2,6 miliar.
BASF dan Eramet saat ini bersama-sama sedang mengevaluasi pengembangan kompleks pemurnian hidrometalurgi nikel dan kobalt di Indonesia, seperti yang diumumkan pada tahun 2020, dan detailnya akan diumumkan setelah penilaian itu selesai, kata BASF dalam tanggapan melalui email.
Bahlil mengatakan minat investasi dari perusahaan-perusahaan Eropa akan menghilangkan kekhawatiran bahwa manajemen tambang Indonesia “tidak mengikuti standar internasional.”
Jokowi, mengatakan kepada Reuters bulan lalu bahwa Indonesia akan meningkatkan pemantauan standar lingkungan untuk penambangan nikel, di tengah kekhawatiran atas dampak produksi logam tersebut.
Ford, Eramet, Kalla Group, Huayou, dan Merdeka Gold Copper tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters. PT Vale Indonesia juga menolak berkomentar.
Indonesia yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia berusaha mengembangkan hilirisasi industri logam yang pada akhirnya bertujuan untuk memproduksi baterai dan kendaraan listrik.
Bulan lalu, Ford F.N menandatangani investasi pertamanya di Indonesia dengan bergabung dengan Vale Indonesia dan Huayou di pabrik pengolahan nikel senilai $4,5 miliar di Sulawesi Tenggara.
Volkswagen bulan lalu mengatakan berencana untuk menginvestasikan 180 miliar euro ($193 miliar) selama lima tahun di berbagai bidang termasuk produksi baterai dan sumber bahan baku. [ab/uh]
Discussion about this post