Portalbontang.com, Jakarta – Dunia sepak bola Indonesia kembali bergelora. Bukan karena gol di menit akhir atau penyelamatan gemilang di bawah mistar gawang, melainkan oleh kabar penunjukan seorang legenda hidup lapangan hijau Eropa.
Namanya Simon Melkianus Tahamata. Sosok winger lincah berdarah Maluku yang pernah menjadi pujaan publik Ajax Amsterdam dan pilar Tim Nasional Belanda itu, kini resmi mengemban tugas baru: menjadi ‘mata elang’ bagi PSSI sebagai Kepala Pemandu Bakat sepak bola nasional.
Penunjukan Tahamata, yang diumumkan PSSI baru-baru ini, bukan sekadar mengisi jabatan. Ini adalah manuver strategis federasi sepak bola Tanah Air dalam misi besar memburu dan membina talenta-talenta terbaik, termasuk para diaspora yang tersebar di berbagai belahan dunia.
Tujuannya jelas: membangun Timnas Indonesia yang semakin kompetitif, terutama dengan target ambisius menembus putaran final Piala Dunia 2026.
Langkah ini sejalan dengan fokus PSSI di bawah kepemimpinan Erick Thohir yang kian gencar melakukan penjaringan pemain berkualitas berdarah Indonesia, menyusul keberhasilan beberapa nama diaspora yang telah memperkuat Skuad Garuda.
Jejak Sang Maestro Lapangan Hijau
Lahir di Vught, Belanda, pada 26 Mei 1956, Simon Tahamata adalah ikon sepak bola pada masanya. Bagi para penggemar Ajax Amsterdam di era akhir 70-an, namanya terukir abadi.
Karier profesionalnya bersama de Godenzonen dimulai pada tahun 1976. Dengan postur 1,64 meter, kelincahannya menusuk dari sisi sayap, kreativitasnya dalam mengolah bola, dan kemampuannya memberikan assist matang menjadikannya idola.
Selama empat musim, ia tampil dalam 149 laga, menyumbangkan 17 gol dan 33 assist krusial.
Bersama Ajax, lemari trofinya terisi penuh: tiga gelar Eredivisie (Liga Belanda) pada musim 1976/1977, 1978/1979, dan 1979/1980, serta satu gelar Piala KNVB (1978/1979).
Puncaknya, ia turut membawa Ajax melaju hingga semifinal Piala Eropa I (kini Liga Champions UEFA) pada musim 1979/1980, sebuah pencapaian prestisius.
Pada tahun 1980, Tahamata menyeberang ke Belgia, bergabung dengan raksasa Standard Liege. Di sana, ketajamannya tak meredup. Dari 129 penampilan, ia menggelontorkan 40 gol.
Dua gelar Liga Belgia (1981/1982, 1982/1983) dan satu Piala Belgia berhasil ia persembahkan. Bahkan, ia nyaris mengangkat trofi Eropa saat membawa Standard Liege menjadi finalis Piala Winners 1982.
Dedikasinya diganjar penghargaan individu bergengsi: Man of the Season dan Belgian Fair Play Award. Perjalanannya kemudian berlanjut ke Feyenoord, rival abadi Ajax, dan beberapa klub Belgia lainnya seperti Beerschot dan Germinal Ekeren, sebelum akhirnya gantung sepatu pada tahun 1996.
Di level internasional, Simon Tahamata juga menjadi bagian dari Timnas Belanda periode 1979–1986, mencatatkan 22 penampilan dengan sumbangan 2 gol.
Dari Lapangan Hijau ke Pembinaan Talenta: DNA Pemenang untuk Generasi Muda
Selepas pensiun sebagai pemain, kecintaan Simon Tahamata pada sepak bola tak pernah padam.
Ia mendedikasikan dirinya pada pembinaan talenta muda, mengasah bibit-bibit baru di akademi klub-klub besar yang pernah dibelanya, seperti Ajax Amsterdam dan Standard Liege, serta Germinal Beerschot hingga Al Ahli di Arab Saudi.
Tak berhenti di situ, sejak 2015, ia mendirikan Simon Tahamata Soccer Academy, sebuah bukti komitmennya dalam mencetak pemain berkualitas.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memaknai Hakikat Qurban, Bukan Sekadar Ritual
Rekam jejak panjang dan konsisten di sektor pembinaan usia muda inilah yang menjadi pertimbangan kuat PSSI untuk meminangnya.
Ia diharapkan menjadi kunci dalam mendeteksi, merekrut, dan membimbing talenta-talenta potensial, baik yang tumbuh di kompetisi dalam negeri maupun mereka yang memiliki darah Indonesia dan berkarier di Eropa, khususnya Belanda yang memiliki kedekatan historis dan diaspora Indonesia yang signifikan.
Menanggapi penunjukan ini, Tahamata mengungkapkan antusiasmenya.
“Pertama, terima kasih atas semua pesan yang baik yang saya terima. Saya menantikan bekerja bersama coach Patrick Kluivert dan staf teknis lainnya di Indonesia,” ujar Tahamata melalui pernyataan yang beredar, mengonfirmasi keterlibatannya bersama skuad Merah Putih dan mengisyaratkan potensi kolaborasi dengan legenda Belanda lainnya.
Penghormatan Abadi Ajax dan Rencana Menginjakkan Kaki di Tanah Leluhur
Nama Simon Tahamata memang tak lekang oleh waktu, khususnya bagi Ajax Amsterdam. Pada 3 Maret 2025 lalu, sebuah momen emosional terjadi di Johan Cruyff Stadium.
Jelang laga melawan Utrecht, klub memberikan penghormatan khusus kepada sang legenda. Tahamata memasuki lapangan diiringi gemuruh tepuk tangan dan sorakan hangat puluhan ribu pendukung.
Sebuah spanduk raksasa bertuliskan “Oom Simon, Terima Kasih” terbentang megah di tribun, menjadi saksi bisu betapa besar cinta dan apresiasi fans Ajax terhadap salah satu putra terbaiknya.
Kini, “Oom Simon” bersiap untuk babak baru dalam kariernya, sebuah panggilan dari tanah leluhurnya, Maluku, Indonesia.
PSSI telah mengumumkan bahwa Simon Tahamata dijadwalkan tiba di Indonesia pada akhir Mei 2025 ini.
Baca Juga: Setelah 7 Tahun Menanti, Korban Meikarta Mulai Terima Ganti Rugi, Ini Langkah Tegas Menteri PKP
Kehadirannya bukan hanya untuk seremonial, tetapi untuk segera memulai tugas berat namun mulia: mencari dan memoles permata-permata terpendam yang kelak akan menjadi tulang punggung Timnas Indonesia.
Seluruh pencinta sepak bola Tanah Air tentu menaruh harapan besar pada sentuhan dingin dan mata jeli sang legenda.
Profil Singkat Simon Tahamata:
Nama Lengkap: Simon Melkianus Tahamata
Tempat/Tanggal Lahir: Vught, Belanda / 26 Mei 1956
Tinggi Badan: 1,64 meter
Keturunan: Maluku, Indonesia
Karier Bermain Profesional:
Ajax Amsterdam (1976–1980)
Standard Liege (1980–1984)
Feyenoord (1984–1987)
Beerschot (1987–1990)
Germinal Ekeren (1990–1996)
Tim Nasional:
Belanda (1979–1986), 22 penampilan, 2 gol
Karier Kepelatihan (Fokus Akademi & Junior):
Ajax Amsterdam, Standard Liege, Germinal Beerschot, Al Ahli (Arab Saudi)
***