وَمَحَلُّ الْكَرَاهَةِ اِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَاجَةٌ اَمَّا الطَّبَّاحُ رَجُلًا كَانَ اَوِ امْرَاءَةً وَمَنْ لَهُ صَغِيْرٌ يُعَلِّلُهُ فَلَا يُكْرَهُ فِي حَقِّهِمَا ذَلِكَ قَالَهُ الزِّيَادِي
Artinya, “Hukum makruh itu jika tidak mempunyai keperluan. Adapun juru masak, baik laki-laki atau perempuan, dan orang yang mempunyai anak kecil yang sedang dia beri obat, maka tidak makruh bagi mereka untuk mencicipi dan mengunyahkan makanan. Demikian yang dikatakan Al-Ziyadi.”(Zakariya Al-Anshari, Tuhfatut Thullab, [Beirut, Darul Fikr: 2006], halaman 286).
Kedua, dalam berkumur dengan air garam, harus dilakukan dengan hati-hati sesuai dengan kebutuhan, karena jika dilakukan dengan berlebihan dan berdampak ada air garam yang masuk ke dalam perut dalam keadaan sadar, maka hal itu dapat membatalkan.
Baca Juga: Basri Buka Festival Tabuh Bedug 1445 H, Semarak Ramadhan ala BKPRMI Bontang
Dalam kitab Fathul Wahhab dijelaskan:
لَا سَبْقُ مَاءٍ إِلَيْهِ بِمَكْرُوْهٍ كَمُبَالَغَةِ مَضْمَضَةٍ أَوِ اسْتِنْشَاقٍ) وَمَرَّةٍ رَابِعَةٍ فَيَضُرُّ لِلنَّهْيِ عَنْهُ بِخِلَافِهِ إِذَا لَمْ يُبَالِغْ أَوْ بَالَغَ لِغَسْلِ نَجَاسَةٍ لِأَنَّهُ تَوَلَّدَ مِنْ مَأْمُوْرٍ بِهِ بِغَيْرِ اخْتِيَارِهِ
Artinya, “Tidak dimaafkan masuknya air sebab kemakruhan, seperti berlebihan dalam berkumur atau menghirup air dan melakukannya keempat kali, maka membatalkan karena dilarang. Berbeda halnya jika tidak berlebihan atau berlebihan untuk keperluan membersihkan najis, (maka tidak batal), karena masuknya air tersebut terjadi dari tindakan yang diperintahkan agama tanpa pilihannya.” ( Zakariya Al-Anshari, Fathul Wahhab, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2017], juz I, halaman 208).
Komentar Anda