Baca Juga: Haid Tidak Teratur, Bagaimana Jadwal Shalat dan Puasanya?
Artinya, jika sudah tidur atau sudah shalat isya di malam hari, ia tidak boleh makan, minum, atau hubungan suami-istri di sisa malam tersebut, hingga menjalani ibadah puasa pada hari berikutnya dan berbuka pada waktu magrib. (Lihat: Tafsir ath-Thabari, Cetakan Muassasatur Risalah, 2000, juz III, halaman 487).
Ketentuan ini seperti yang ditunjukkan dalam riwayat al-Bara’ ibn ‘Azib. Ia menuturkan, “Jika salah seorang sahabat berpuasa dan datang waktu berbuka, namun ia belum berbuka karena tidur, maka ia tidak lagi boleh makan dan minum pada malam itu hingga siang hari berikutnya dan berbuka di sore hari,” (HR. al-Bukhari).
Ketentuan puasa yang diungkap hadits al-Bara’ ini tak pelak memberatkan para sahabat, sehingga banyak di antara mereka yang tak mampu menahan diri, dan akhirnya menjadi asbabun nuzul atau sebab turunnya ayat Al-Quran yang meringankan mereka makan, minum, berhubungan suami-istri pada malam hari, baik sebelum mereka tidur atau setelahnya, baik sebelum mereka shalat isya atau setelahnya.
Baca Juga: Ini Perbedaan Hisab dan Rukyat, Kerap Dibicarakan Jelang Penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal
Beberapa kejadian yang mengantarkan turunnya ayat dimaksud antara lain yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari ‘Abdullah ibn Ka‘b ibn Malik dari ayahnya.
Malik mengisahkan, “Orang-orang di bulan Ramadhan, jika seseorang mereka berpuasa, kemudian di sore hari ia tidak sempat berbuka karena tidur, maka haram baginya makanan, minuman, dan bergaul dengan istri, hingga berbuka esok harinya.”
Disebutkan, pada suatu malam, Sayyidina ‘Umar ibn al-Khathab berada di tempat Rasulullah SAW serta pulang ke rumah cukup malam dan mendapati istrinya sudah terlelap tidur.
Komentar Anda