PORTAL BONTANG – Redaksi Portalbontang.com berkesempatan melakukan perjalanan ke Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Salah satu destinasi yang dituju adalah Museum Kayu Tuah Himba, salah satu museum tertua yang berada di tengah-tengah hutan.
Berikut perjalanan menuju Museum Kayu Tuah Himba di Tenggarong, Kukar.
Perjalanan dimulai dari Bontang menuju Samarinda pada Jumat, 12 April 2024 menuju Samarinda, ibu kota Kalimantan Timur (Kaltim).
Karena merupakan perjalanan yang santai, penulis memutuskan melewati jalur pantai, yakni Bontang-Marangkayu-Muara Badak-Samarinda.
Kondisi jalan Bontang Lestari yang merupakan akses menuju Marangkayu sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Baca Juga: Rp535 Juta Lebih Dana Zakat Berhasil Dihimpun Lazismu Bontang, Ini Rinciannya
Jalan rusak parah sebagian besar sudah ditinggikan dengan cor setebal kurang lebih 30-40 cm.
Perjalanan untuk keluar dari Bontang Lestari menuju Marangkayu yang biasa ditempuh 45 menit hingga satu jam akibat jalan rusak, kini paling tidak sudah ditempuh hanya 30 menit.
Akses jalan rusak terparah masih di depan kompleks pabrik PT Energi Unggul Persada (EUP), pabrik pengolah sawit menjadi minyak goreng tersebut.
Baca Juga: Ratusan Umat Muslim Bontang Shalat Idul Fitri di Stadion Bessai Berinta
Perjalanan kemudian lanjut memasuki wilayah Marangkayu, Kukar, tepatnya di daerah Desa Santan Ilir.
Kondisi jalan di daerah ini pun masih serupa dengan tahun-tahun sebelumnya, rusak ringan dengan sedikit perbaikan.
Padahal, akses jalan ini bisa dijadikan alternatif jika tidak ingin melewati jalan Poros Bontang-Samarinda.
Baca Juga: 10 Adab Menyambut Idul Fitri, Agar Berkah Senantiasa Hadir dan Lebaran Penuh Makna
Penulis mesti menurunkan kecepatan mobil, sebab banyak dijumpai jalan cor yang terangkat dan bebatuan.
Setelah di Desa Santan Ilir, penulis melewati Jembatan Santan yang kondisinya saat ini sudah bagus usai direnovasi.
Jalan cornya sudah tinggi dan lebih nyaman dan aman dilewati. Akses ini menghubungkan Desa Santan Ilir dengan Desa Kersik.
Baca Juga: Takbir dalam Salat Id: Panduan Lengkap dan Sunnah Nabi Muhammad SAW
Desa Kersik terkenal dengan wisata Pantai Kersiknya. Di momen libur Idulfitri ini, destinasi tersebut pun ramai dikunjungi wisatawan.
Akses jalannya relatif bagus, dengan sudah diaspal sejak memasuki desa hingga keluar desa.
Saat memasuki Desa Semangko, penulis kembali mengelus dada karena masifnya jalan rusak.
Baca Juga: Khutbah Idul Fitri 1445 H: Menebar Kedamaian dan Kebersamaan
Kondisi ini pun berlanjut sampai Desa Sebuntal. Meski beberapa titik sudah dilakukan perbaikan, namun penulis mesti berhati-hati berhadapan jalan berlubang yang tak terlihat karena tertutup pasir.
Jalan mulai membaik kala mendekati wilayah Muara Badak. Sejak memasuki jalan wisata Pantai Sambera hingga sepanjang Muara Badak, jalan sudah diaspal dengan baik.
Penulis bisa memacu kendaraan bahkan hingga 50-60 km per jam.
Baca Juga: Lebaran Serentak? Ini Data Terbaru Hilal Awal Syawal 1445 H Lembaga Falakiyah NU
Tak perlu khawatir jika ingin buang air kecil ataupun membeli perbekalan, di sepanjang jalan terdapat masjid untuk istirahat sejenak, maupun toko-toko modern milik warga.
Akhirnya, setelah sekitar 2 jam 45 menit perjalanan, penulis tiba di Samarinda. Rencana untuk ke Museum Kayu Tuah Himba di Tenggarong dilakukan keesokan harinya.
*
Baca Juga: Jangan Tinggalkan Shalat Subuh Sebelum Melaksanakan Shalat Id, Ini Alasannya
Perjalanan dari Samarinda ke Tenggarong ditempuh selama kurang lebih 45 menit. Sementara menuju ke lokasi museum ditambah 15 menit.
Akses jalan dari Samarinda ke Tenggarong sudah baik, hanya ada beberapa titik perbaikan jalan yang mengakibatkan ada contraflow sementara waktu.
Selama 45 menit perjalanan, penulis akhirnya tiba di Jembatan Kartanegara yang dahulu sempat roboh dan memakan korban jiwa.
Baca Juga: Sambut Idul Fitri 1445 H dengan Penuh Kehangatan, Ini Kumpulan Ucapan Lebaran Penuh Makna
Kini jembatan tersebut telah dibangun kembali, dan bernuansa warna merah.
Akses menuju Museum Kayu ini bisa diakses menggunakan Google Maps.
Anda hanya tinggal mengetikkan “Museum Kayu”, maka akan muncul lokasi dan arah yang dituju.
Baca Juga: Kabar Gembira di Bulan Ramadhan, Tunjangan Pentashih Mushaf Al Quran Alami Kenaikan
Lokasinya sedikit terpencil dengan memasuki kawasan perkampungan dan perumahan.
Anda tak perlu juga takut tersesat, karena ada petunjuk jalan yang jelas menunjukkan arah lokasi yang dituju.
Setelah 15 menit, akhirnya tiba di lokasi Museum Kayu Tuah Himba Tenggarong.
*
Secara umum, museum kayu ini benar-benar terbuat dari kayu.
Berdiri di area sekitar Waduk Panji Sukarame, museum ini dibangun pada tahun 1990-an.
Dari sejarah yang tercatat di museum ini, nama Museum Kayu Tuah Himba diambil dari semboyan Kota Tenggarong “Tuah Himba Untung Langging” berarti menjaga kekayaan hutan dan alam, maka manfaat yang diperoleh akan lancar.
Baca Juga: Takbir Idul Fitri dan Idul Adha: Panduan Lengkap dengan Dalil
Museum ini didirikan sebagai langkah lanjutan terhadap penyimpanan dua buaya yang diawetkan di sekitar area waduk.
Buaya yang dijuluki monster dari Sangatta ini merupakan buaya muara yang sempat membuat ramai warga Kalimantan Timur pada 1996.
Buaya pemakan manusia itu memakan korban seorang wanita berumur 35 tahun yang tinggal di daerah Kenyamukan, Sangatta.
Baca Juga: Raih Keutamaan Lailatul Qadar, Wanita Haid & Nifas Punya Peluang!
Saat ditangkap, buaya ini berukuran panjang 6,8 meter, dengan berat 850 kg, berjenis kelamin jantan dan diperkirakan berumur 70 tahun.
Selain buaya dari Sangatta, ada pula buaya Muara Badak yang juga membuat geger warga di tahun yang sama.
Korbannya adalah seorang laki-laki berumur 40 tahun yang tinggai di daerah Tanjung Limau, Muara Badak.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyucikan Diri dengan Zakat Fitrah
Saat ditangkap, buaya ini berukuran panjang 5,25 meter, berat 450 kg, berjenis kelamin betina, dan diperkirakan berusia 60 tahun.
Selain menyimpan buaya pemakan manusia yang diawetkan, sesuai namanya, museum ini juga menyimpan beberapa fosil kayu dari pohon-pohon khas Kalimantan. Seperti fosil kayu ulin, akasia, dan lain-lain.
Selain itu, terdapat pula beberapa kerajinan dari kayu, bentuk rupa-rupa daun pohon khas Kalimantan, dan beberapa binatang lain yang juga diawetkan.
Baca Juga: Rahasia Menemukan Lailatul Qadar: Tanda-tanda dan Amalan Terbaik
Sayang, kondisi Museum Kayu Tuah Himba Tenggarong ini seperti tidak terawat, dengan banyaknya debu dan kondisi fasilitas umum seperti toilet yang kurang bersih.
Untuk masuk ke lokasi tersebut, pengunjung harus membayar tiket parkir mobil sebesar Rp5.000 dan motor sebesar Rp2.000.
Adapun untuk tiket masuk ke museum untuk dewasa sebesar Rp5.000 dan anak-anak Rp3.000.
Baca Juga: Sidang Isbat Awal Syawal 1445 H Digelar 9 April 2024, Kemenag Pantau Hilal di 120 Lokasi
Setelah berkeliling sebentar, penulis melanjutkan perjalanan ke Museum Mulawarman. (bersambung/***)
Komentar Anda