Portalbontang.com, Jakarta – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah menetapkan sanksi paling berat terhadap dr. Priguna Anugerah Pratama (31), dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, yang terbukti melakukan rudapaksa terhadap anak pasien.
Surat Tanda Registrasi (STR) milik Priguna dicabut secara permanen, dan ia dinyatakan tidak dapat lagi melakukan praktik kedokteran seumur hidup.
Penegasan ini disampaikan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, pada Kamis, 10 April 2025.
Baca Juga: Kabar Duka, Penyanyi Legendaris Titiek Puspa Tutup Usia pada 87 Tahun Akibat Pendarahan Otak
“Setelah ada penetapan tersangka oleh kepolisian, STR dicabut dan berlaku seterusnya tidak bisa proses SIP (Surat Izin Praktik) dan praktik (kembali),” ujar Aji.
Priguna kini telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kepolisian Daerah Jawa Barat.
Ia terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara atas tindak pidana asusila terhadap korban perempuan berusia 21 tahun.
Peristiwa memilukan ini terjadi pada 18 Januari 2025. Saat itu, pelaku meminta korban mendonorkan darah untuk ayahnya yang dalam kondisi kritis di RSHS.
Baca Juga: IHSG Meroket 5,5 Persen Pasca Trump Tunda Tarif Impor, Pasar Global Bergairah
Namun, dengan dalih medis tersebut, pelaku justru membius dan memperkosa korban di area rumah sakit.
Sebagai bentuk tanggung jawab dan evaluasi, Kemenkes turut meminta Universitas Padjadjaran, khususnya Program Studi Anestesiologi, untuk melakukan pembenahan sistem pengawasan internal, dan memberlakukan penghentian sementara aktivitas pendidikan selama satu bulan.
“Tata kelola dan pengawasan ke depan (diperbaiki),” kata Aji menegaskan.
Baca Juga: Temui Gubernur Kaltim, Wali Kota Bontang Bahas Program Pendidikan Gratis ‘Gratis Pol’
Kasus ini menjadi sorotan nasional karena mencoreng kredibilitas institusi medis dan pendidikan tinggi di Indonesia.
Berdasarkan data Komnas Perempuan, sebanyak 4.300 lebih kasus kekerasan seksual terjadi pada 2024, dengan angka signifikan di sektor pendidikan dan kesehatan.
Fenomena ini memperkuat desakan publik untuk memperketat pengawasan dan penilaian etik terhadap tenaga medis, termasuk peserta PPDS.
Tagar seperti #CabutSTRSeumurHidup dan #JusticeForVictim pun ramai diperbincangkan di media sosial sejak pengungkapan kasus ini.
Baca Juga: Pemkot Bontang Percepat Penanganan Kemiskinan Ekstrem dan Stunting
Publik berharap penindakan terhadap pelaku menjadi preseden bagi pembenahan sistem rekrutmen dan pengawasan di dunia medis. ***
Komentar Anda