Menlu AS Beri Pernyataan Kontroversial, Sebut Hamas Harus Dibasmi Demi Perdamaian di Gaza
Menlu AS Marco Rubio menegaskan Hamas harus dibasmi agar perdamaian tercapai di Gaza, sejalan dengan tujuan perang Israel.
PORTALBONTANG.COM, Yerusalem – Amerika Serikat menegaskan dukungannya terhadap langkah Israel dalam konflik di Gaza.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menekankan bahwa Hamas tidak boleh terus menjadi kekuatan militer maupun pemerintahan di wilayah tersebut.
“Hamas tidak bisa terus berkuasa, baik sebagai pemerintahan maupun kekuatan militer. Selama Hamas masih bisa mengatur dan mengancam dengan kekerasan, perdamaian mustahil terwujud. Mereka harus dibasmi,” tegas Rubio dalam konferensi pers usai pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Minggu16 Februari 2025 lalu, dilansir Portalbontang.com dari VOA Indonesia, Senin 17 Februari 2025.
Baca Juga: CEO Apple Beri Kode Nama Baru untuk iPhone SE 4: iPhone 16E Siap Meluncur?
Rubio berkunjung ke Israel saat tahap pertama gencatan senjata antara Israel dan Hamas hampir berakhir. Sementara itu, negosiasi masih berlangsung untuk tahap kedua.
Rencana Pemindahan Warga Palestina Picu Kontroversi
Rubio diperkirakan akan menghadapi tentangan dari negara-negara Arab terkait rencana Presiden AS Donald Trump.
Rencana tersebut mencakup pemindahan permanen warga Palestina dari Gaza ke negara-negara tetangga, serta usulan agar Israel menyerahkan sebagian wilayah Gaza kepada AS untuk pembangunan kembali.
Baca Juga: Kabar Baik! PP Nomor 6 Tahun 2025 Terbit, Korban PHK Dapat 60 Persen Gaji Selama 6 Bulan
Meskipun banyak negara menolak rencana Trump di Gaza, Netanyahu justru menyambut baik strategi tersebut.
Pemimpin Israel itu menegaskan bahwa ia dan Trump memiliki “visi yang sejalan” terkait masa depan Gaza.
Netanyahu juga memperingatkan bahwa “gerbang neraka akan terbuka” jika Hamas tidak membebaskan para sandera yang masih ditahan setelah serangan 7 Oktober 2023, yang memicu perang besar di wilayah itu.
Baca Juga: Hamas Bebaskan 3 Sandera Israel, Pertukaran dengan Tahanan Palestina Berlanjut
Hamas Bebaskan Sandera, Israel Balas Lepaskan Tahanan Palestina
Hamas, yang dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh AS, membebaskan tiga sandera pada Sabtu 15 Februari 2025 dengan imbalan pembebasan hampir 400 warga Palestina yang ditahan di Israel.
Namun, puluhan sandera lainnya masih berada dalam kekuasaan Hamas sejak serangan 7 Oktober, yang menewaskan 1.200 orang.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza melaporkan bahwa lebih dari 48.000 warga Palestina tewas akibat serangan Israel selama 15 bulan terakhir.
Lebih dari 100.000 lainnya mengalami luka-luka, dengan dua pertiga di antaranya mengalami cacat permanen.
Israel, meskipun tanpa bukti yang dipublikasikan, mengklaim telah menewaskan lebih dari 17.000 pejuang Hamas dalam serangan militernya.
Baca Juga: Persiapan Ramadan: Perlukah Mandi Besar dan Ziarah Kubur? Ini Penjelasannya!
Gencatan Senjata Masih Dinegosiasikan, Israel Bersiap Serang Lagi
Rubio dan Netanyahu bertemu di saat tahap pertama gencatan senjata hampir berakhir.
Rencana untuk tahap kedua mencakup tekanan agar Hamas membebaskan lebih banyak sandera dengan imbalan pelepasan tahanan Palestina, serta kemungkinan penarikan pasukan Israel dari Gaza.
Namun, sikap tegas AS yang mendukung Israel dapat menghambat negosiasi dengan Hamas. Meski mengalami kerugian besar, kelompok militan tersebut masih memiliki kendali di Gaza.
Baca Juga: Prabowo Soal Pilpres 2029: Jika Kecewakan Rakyat, Saya Malu Maju Lagi!
Beberapa pejabat Israel yang pro-Netanyahu ingin melanjutkan perang begitu tahap pertama gencatan senjata berakhir, meskipun ada risiko bagi sandera yang masih ditahan.
Netanyahu sendiri menawarkan opsi bagi Hamas untuk menyerah dan mengasingkan para pemimpinnya, tetapi tawaran itu ditolak.
Serangan di Gaza Selatan, Hamas Tuding Netanyahu Langgar Gencatan Senjata
Baca Juga: Fenomena War Tiket Kereta Lebaran 2025 Viral, KAI Siapkan Solusi
Di tengah berlangsungnya gencatan senjata, Israel tetap melancarkan serangan udara di Gaza selatan pada Minggu pagi, 16 Februari 2025.
Militer Israel mengklaim serangan tersebut ditujukan kepada individu yang mendekati pasukannya.
Namun, Kementerian Dalam Negeri yang dikelola Hamas menyebut serangan itu menewaskan tiga polisi yang sedang mengamankan distribusi bantuan di Rafah, perbatasan dengan Mesir.
Hamas menilai tindakan Israel sebagai “pelanggaran serius” dan menuduh Netanyahu berusaha menggagalkan kesepakatan gencatan senjata.
Sementara itu, dalam lawatannya ke kawasan tersebut, Rubio tidak dijadwalkan bertemu dengan pejabat Palestina.
Mesir Tolak Rencana Pemindahan Warga Palestina
Mesir telah memperingatkan bahwa arus pengungsi besar-besaran dari Gaza ke wilayahnya akan merusak perjanjian damai dengan Israel yang telah berlangsung selama 50 tahun.
Perjanjian ini menjadi salah satu faktor utama dalam menjaga stabilitas kawasan dan pengaruh AS di Timur Tengah.
Setelah lawatannya di Israel, Rubio dijadwalkan mengunjungi Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi.
UEA merupakan negara kunci dalam Perjanjian Abraham 2020, yang menormalisasi hubungan empat negara Arab—UEA, Bahrain, Sudan, dan Maroko—dengan Israel di era pemerintahan Trump.
Trump berharap Arab Saudi juga bergabung dalam perjanjian tersebut. Namun, Riyadh menegaskan bahwa normalisasi hubungan dengan Israel tidak akan terjadi tanpa adanya langkah nyata menuju pembentukan negara Palestina. ***
Join channel WhatsApp Portalbontang.com agar tidak ketinggalan berita terbaru lainnya
Join now