PORTAL BONTANG – Membayar zakat adalah kewajiban bagi setiap umat Muslim, yang juga masuk dalam Rukun Islam ke-3.
Pembayaran zakat ada yang dilakukan di bulan Ramadhan seperti zakat fitrah, ada juga yang dilakukan di luar bulan Ramadhan seperti zakat harta atau zakat maal.
Pembayarannya pun kini bermacam-macam, tak hanya dengan uang tunai ataupun beras, bahkan kini muncul alat pembayaran zakat menggunakan kartu kredit.
Baca Juga: Tok, Muhammadiyah Tetapkan Lebaran Idul Fitri 1 Syawal 1445 H Jatuh pada 10 April 2024
Dilansir Portalbontang.com dari situs resmi Muhammadiyah, kartu kredit ialah alat pembayaran dengan menggunakan kartu, di mana penerbit kartu tersebut memenuhi kewajiban pemegang kartu dalam pembayaran atas transaksi yang dilakukannya dengan pihak lain penerima kartu yaitu penjual barang atau jasa dan atau penarikan tunai, lalu setelah itu pemegang kartu melunasi hutangnya kepada penerbit kartu secara angsuran pada waktu yang disepakati.
Kartu kredit banyak yang menggunakan sistem riba, yaitu memberlakukan ketentuan bunga bila pelunasan hutang kepada penerbit kartu lewat jatuh tempo pembayaran.
Adapun kartu kredit syariah adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit, hanya saja hubungan hukum antara para pihak; yaitu penerbit kartu, pemegang kartu dan penerima kartu berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Baca Juga: Hukum Berkumur dengan Air Garam saat Sakit Gigi, Membatalkan Puasa?
Oleh karena itu, akad yang digunakan adalah Kafalah (Penjaminan), Qardh (Penghutangan), dan Ijarah (Pengupahan).
Di dalam akad Kafalah, penerbit kartu bertindak sebagai kafil (penjamin) bagi pemegang kartu atas semua transaksi yang dilakukannya dengan penerima kartu.
Atas dasar itu penerbit kartu berhak menerima ujrah kafalah (fee penjaminan).
Baca Juga: Polemik Selesai, Produser Film ‘Kiblat’ Minta Maaf ke MUI, Janji akan Ganti Judul dan Poster Film
Di dalam akad Qardh, penerbit kartu bertindak sebagai muqridh (pemberi pinjaman) kepada pemegang kartu melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank penerbit kartu.
Sementara di dalam akad Ijarah, penerbit kartu bertindak sebagai penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu.
Oleh karenanya, penerbit kartu berhak memperolehi rusum al-‘udhwiyah (membership fee) dari pemegang kartu, dan berhak memperolehi ujrah tajir (merchant fee) dari penerima kartu (penjual barang dan jasa).
Baca Juga: MUI Sebut Pemilihan Judul Film ‘Kiblat’ Bermasalah
Dalil yang membenarkan akad Kafalah antara lain adalah:
“Penyeru-penyeru itu berkata: “Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya”.” [QS. Yusuf (12): 72].
Hadis Nabi Muhammad saw:“Dari Salamah bin al-Akwa’ ra. [diriwayatkan] bahwa telah dihadapkan kepada Nabi saw. jenazah untuk dishalatkan. Nabi bertanya, ‘Apakah ia mempunyai hutang?’ Para sahabat menjawab, ‘Tidak’. Beliau segera menshalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Nabi pun bertanya, ‘Apakah ia mempunyai hutang?’ Mereka menjawab, ‘Ya’. Rasulullah berkata, ‘Shalatkanlah sahabatmu itu’ (beliau sendiri tidak mau menshalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, ‘Saya menjamin hutangnya wahai Rasulullah’. Maka Nabi pun menshalatkannya.” [HR. al-Bukhari].
Baca Juga: Khutbah Jumat, Memburu Keberkahan di 10 Malam Terakhir Ramadhan
Selain itu ada pula Hadis Nabi Muhammad saw: “Dari Abu Umamah [diriwayatkan] dari Nabi saw.: “Za’iim (penjamin) itu adalah ghaarim (orang yang menanggung utang).” [HR. Ahmad].
Adapun dalil yang membenarkan akad Qardh antara lain ialah:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya …” [QS. al-Baqarah (2): 282].
Baca Juga: Waspadai 10 Kriteria Aliran Sesat dari MUI
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” [QS. al-Baqarah (2): 280].
Sementara dalil yang membenarkan akad Ijarah antara lain ialah firman Allah:
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Wahai bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.” [QS. al-Qashash (28): 26].
Penggunaan kartu kredit syariah dibatasi dengan ketentuan-ketentuan berikut: Pemegang kartu harus mempunyai kemampuan finansial melunasi hutangnya kepada penerbit kartu pada waktu yang telah ditentukan; Pemegang kartu tidak menggunakan kartunya untuk melakukan transaksi yang diharamkan oleh syariat Islam; Kartu kredit tidak mendorong pemegang kartu untuk melalukan pengeluaran yang berlebihan; Dan yang paling penting, tidak ada sistem bunga di dalam penerbitan kartu.
Oleh sebab itu, karena kartu kredit syariah berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam dan akad-akad yang digunakan berdasarkan dalil-dalil dari al-Quran dan hadis, maka para ulama membolehkan penggunaannya sebagai alat bayar untuk kemudahan, keamanan dan kenyamanan kaum Muslimin.
Jadi, hukum penggunaan kartu kredit syariah untuk melakukan transaksi yang sesuai dengan syariat Islam seperti jual beli, sewa-menyewa dan lainnya adalah halal.
Baca Juga: Basri Buka Festival Tabuh Bedug 1445 H, Semarak Ramadhan ala BKPRMI Bontang
Oleh karena itu kartu kredit syariah ini juga halal untuk melakukan pembayaran zakat karena akad yang digunakan sama.
Hanya saja perlu dipastikan bahwa harta pemegang kartu telah mencapai nishab (yaitu senilai 85 gram emas murni dan telah dimiliki selama haul (satu tahun hijriyyah), karena zakat harta itu wajib apabila telah mencapai nishab dan haul.
Perlu ditegaskan di sini bahwa membayar zakat secara tunai lebih afdhal/utama.
Baca Juga: Kapan Zakat Fitrah Dikumpul dan Didistribusikan? Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah…
Hal demikian itu karena membayar zakat secara ‘ayn (tunai) itulah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.
Beliau tidak pernah membayar zakat dengan dayn (hutang).
Selain itu, dengan membayar zakat secara tunai bisa terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan dari penggunaan kartu kredit syariah, seperti beban biaya penggunaan kartu yang tinggi dan tidak mampu melunasi hutang kepada penerbit kartu.
Baca Juga: Jangan Telat ke Masjid, Ini Hukum Shalat Tarawih tapi Belum Shalat Isya
WalLahu a’lam bish-shawab. ***
***
Penulis: M Zulfikar A | Editor: M Zulfikar A
Komentar Anda