PORTAL BONTANG – Mpox atau monkeypox menjadi topik yang hangat dibahas di Indonesia belakangan ini.
Kasus terbaru ditemukan di RSUD Brebes pada Sabtu, 7 September 2024, di mana seorang pasien diduga mengidap Mpox atau cacar monyet.
Namun, menurut Dinas Kesehatan (Dinkes) Brebes, pasien tersebut dinyatakan negatif Mpox setelah menjalani pemeriksaan. Pasien tersebut hanya menunjukkan gejala yang mirip dengan Mpox.
“Dinkes menegaskan, wilayah Brebes masih bebas dari Mpox, namun kewaspadaan tetap diperlukan terkait penyebarannya di Indonesia,” ujar perwakilan Dinkes Brebes.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan RI melaporkan bahwa ada 88 kasus Mpox di Indonesia, dengan 74 kasus terjadi pada tahun 2023 dan 14 kasus hingga September 2024.
Sebagai langkah pencegahan, pemerintah memperketat pemeriksaan kesehatan di pintu masuk negara, terutama bagi penumpang dan awak pesawat udara, guna mencegah masuknya varian baru Mpox. Pemeriksaan ini dilakukan melalui aplikasi SATU SEHAT Health Pass.
Secara global, WHO telah menetapkan Mpox sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC), yang menandakan bahwa masyarakat dunia harus tetap waspada terhadap virus ini.
Berapa sebenarnya tingkat bahaya penularan virus Mpox atau cacar monyet ini? Berikut penjelasannya.
Varian Mpox
Mpox adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari keluarga Poxviridae, genus Orthopoxvirus.
Baca Juga: Ketua DPR RI Kritik Pemerintah soal E-Meterai di Seleksi CPNS 2024
Awalnya, virus ini ditemukan pada monyet, namun dapat menular ke manusia melalui kontak langsung dengan cairan tubuh hewan yang terinfeksi atau droplet pernapasan dari orang yang terinfeksi.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan (ORK) BRIN, Putu Indi Dharmayanti, menjelaskan bahwa Mpox dipengaruhi oleh beberapa Clade, yaitu Clade Ia, Clade Ib, dan Clade IIb.
“Clade Ia berkaitan dengan kasus Mpox pada anak-anak dan dewasa, dengan manifestasi klinis yang lebih berat. Sementara Clade Ib dan IIb lebih sering menular antar manusia melalui kontak seksual. Clade Ib juga terindikasi memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi dan penyebaran yang lebih cepat, termasuk pada anak-anak,” kata Indi dalam webinar BRIN bertajuk ‘Apa Kabar Mpox?’ pada Rabu, 4 September 2024.
Penularan Melalui Kulit
Baca Juga: Dua Tahun Tanpa Sekolah, Masa Depan Anak-anak Gaza di Ambang Kehancuran
Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia, Prasetyadi Mawardi, menjelaskan bahwa media utama penularan Mpox adalah melalui kulit.
“Infeksi Mpox terjadi pada kulit, oleh karena itu penting untuk tidak melakukan manipulasi pada lesi yang ada di kulit, seperti memencet atau menggaruknya. Lesi akibat Mpox, baik yang basah maupun kering, berpotensi menularkan virus,” kata Prasetyadi.
Gejala awal Mpox mirip dengan cacar biasa, namun umumnya lebih ringan, meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot, dan pembengkakan kelenjar getah bening. Setelah beberapa hari, ruam kulit akan muncul, berkembang menjadi lesi, dan akhirnya mengelupas.
“Pasien tidak boleh berbagi barang pribadi seperti handuk dan pakaian. Jika terdapat benjolan atau bintil yang mengalami luka atau erosif, sebaiknya segera diberi obat,” tambah Prasetyadi dalam konferensi pers ‘Perkembangan Kasus Mpox di Indonesia’ pada Minggu, 18 Agustus 2024.
Baca Juga: Jokowi Resmikan MTQ Nasional XXX, Soroti Pentingnya Nilai-Nilai Al-Quran
Upaya Pencegahan Mpox di Indonesia
Pemerintah Indonesia telah menyiapkan beberapa langkah untuk mencegah penyebaran Mpox. Salah satunya adalah menyediakan fasilitas rumah sakit khusus untuk perawatan kasus Mpox dan laboratorium pemeriksa jika kasus ini terus bertambah.
Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan vaksinasi untuk komunitas yang berisiko, meskipun vaksinasi bukanlah solusi tunggal.
Baca Juga: Akmal Malik Sambut MTQ Nasional di Kaltim: Kami Bahagia Menjadi Tuan Rumah
“Vaksinasi bisa saja menyebabkan perilaku seks berisiko meningkat karena mereka merasa sudah terlindungi,” ujar seorang ahli.
Oleh karena itu, pencegahan Mpox juga harus dilakukan dengan menjaga perilaku hidup bersih dan sehat serta praktik seks yang aman di Indonesia.***
***
Penulis: M Zulfikar A | Editor: M Zulfikar A
Komentar Anda