Selama empat musim, ia tampil dalam 149 laga, menyumbangkan 17 gol dan 33 assist krusial.
Bersama Ajax, lemari trofinya terisi penuh: tiga gelar Eredivisie (Liga Belanda) pada musim 1976/1977, 1978/1979, dan 1979/1980, serta satu gelar Piala KNVB (1978/1979).
Puncaknya, ia turut membawa Ajax melaju hingga semifinal Piala Eropa I (kini Liga Champions UEFA) pada musim 1979/1980, sebuah pencapaian prestisius.
Pada tahun 1980, Tahamata menyeberang ke Belgia, bergabung dengan raksasa Standard Liege. Di sana, ketajamannya tak meredup. Dari 129 penampilan, ia menggelontorkan 40 gol.
Dua gelar Liga Belgia (1981/1982, 1982/1983) dan satu Piala Belgia berhasil ia persembahkan. Bahkan, ia nyaris mengangkat trofi Eropa saat membawa Standard Liege menjadi finalis Piala Winners 1982.
Dedikasinya diganjar penghargaan individu bergengsi: Man of the Season dan Belgian Fair Play Award. Perjalanannya kemudian berlanjut ke Feyenoord, rival abadi Ajax, dan beberapa klub Belgia lainnya seperti Beerschot dan Germinal Ekeren, sebelum akhirnya gantung sepatu pada tahun 1996.
Di level internasional, Simon Tahamata juga menjadi bagian dari Timnas Belanda periode 1979–1986, mencatatkan 22 penampilan dengan sumbangan 2 gol.
Dari Lapangan Hijau ke Pembinaan Talenta: DNA Pemenang untuk Generasi Muda
Selepas pensiun sebagai pemain, kecintaan Simon Tahamata pada sepak bola tak pernah padam.
Ia mendedikasikan dirinya pada pembinaan talenta muda, mengasah bibit-bibit baru di akademi klub-klub besar yang pernah dibelanya, seperti Ajax Amsterdam dan Standard Liege, serta Germinal Beerschot hingga Al Ahli di Arab Saudi.
Komentar Anda