Jangan Salah Paham, Kepala BGN Klarifikasi Wacana Serangga sebagai Menu Makan Bergizi Gratis

Kepala BGN klarifkasi tentang menu serangga untuk MBG.

Kepala BGN klarifkasi tentang menu serangga untuk MBG.

PORTALBONTANG.com – Pemerintah telah meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sejak 6 Januari 2025.

Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan asupan gizi masyarakat dengan menyesuaikan ketersediaan pangan di setiap daerah.

Belakangan, muncul wacana dari Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengenai kemungkinan memasukkan serangga dan ulat sagu sebagai sumber protein dalam program MBG di daerah tertentu.

Baca Juga: Kasus Penembakan WNI di Malaysia, Anwar Ibrahim Pastikan Investigasi Transparan

Pernyataan ini sempat memicu reaksi publik hingga akhirnya Dadan memberikan klarifikasi.

Serangga dan Ulat Sagu Bisa Jadi Pilihan Menu MBG di Daerah Tertentu

Dalam keterangannya, Dadan menjelaskan bahwa program MBG dirancang untuk menyesuaikan dengan potensi pangan lokal di setiap wilayah.

ADVERTISEMENT

“Mungkin saja ada satu daerah suka makan serangga, belalang, ulat sagu, bisa jadi bagian protein,” ujarnya saat menghadiri Rapimnas Pira Gerindra di Hotel Bidakara, Jakarta, pada 25 Januari 2025.

Baca Juga: Prabowo Perintahkan Pengecer Elpiji 3 Kg Kembali Berjualan, Ini Respons Menteri Bahlil dan Kebijakan Terbarunya

Menurutnya, serangga dan ulat sagu bukanlah menu wajib, melainkan hanya contoh pilihan yang dapat diterapkan di daerah-daerah yang memang terbiasa mengonsumsinya.

“Itu salah satu contoh ya, kalau ada daerah-daerah tertentu yang terbiasa makan seperti itu, bisa jadi menu di situ,” imbuhnya.

BGN Tidak Menetapkan Menu Nasional, Hanya Standar Gizi

Baca Juga: Rompi Pintar Karya Mahasiswa UMM, Solusi Cegah Kelelahan dan Kecelakaan Lalu Lintas

Dadan menegaskan bahwa BGN tidak memberlakukan standar menu nasional dalam program MBG.

Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan dengan keberagaman budaya dan sumber daya pangan, menu yang disediakan akan berbeda di setiap daerah.

BGN hanya berfokus pada pemenuhan komposisi gizi yang sesuai.

“Tapi itu contoh bahwa Badan Gizi tidak menetapkan standar menu nasional, tetapi menetapkan standar komposisi gizi,” jelasnya.

Dadan Hindayana Klarifikasi Pernyataannya

Pada 3 Februari 2025, Dadan kembali memberikan klarifikasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, terkait pernyataannya yang sempat menjadi perbincangan publik.

Baca Juga: Pemindahan ASN ke IKN Ditunda Tanpa Batas Waktu, Ini Penyebabnya

“Kami waktu menyampaikannya itu, kan kami sampaikan ada masyarakat tertentu yang suka itu,” katanya.

Ia juga menegaskan bahwa bagi masyarakat yang tidak terbiasa mengonsumsi serangga, tidak akan ada paksaan dalam program MBG.

“Jadi untuk masyarakat yang tidak suka itu, tidak mungkin menggunakan itu,” tambahnya.

Sebagai contoh, di daerah yang memiliki produksi telur melimpah, telur dapat menjadi sumber protein utama.

Baca Juga: Malaysia Tahan Warga Indonesia Terkait Penembakan 5 WNI di Selangor, Polisi Masih Buru Pelaku Lain

Begitu pula dengan ikan atau daging yang dapat disesuaikan dengan kebiasaan makan masyarakat setempat.

“Tapi mungkin kan bisa juga sekali-kali dengan ikan, sekali-kali daging,” ujar Dadan.

“Mungkin ada orang pusing kalau tidak makan ikan dua hari saja, pasti makan ikan lebih banyak, meskipun juga daging sapi nanti akan kami masak sewaktu-waktu,” tambahnya lagi.

Baca Juga: Pedagang Gas Elpiji 3 Kg Diimbau Jadi Pangkalan Resmi, Simak Keuntungannya!

Pemanfaatan Potensi Pangan Lokal dalam Program MBG

Dadan juga menekankan pentingnya mengadaptasi menu MBG dengan sumber daya lokal yang tersedia di tiap daerah.

“Nah, isi protein di berbagai daerah sangat tergantung potensi sumber daya lokal dan kesukaan lokal, jangan diartikan lain, ya,” ujarnya.

Ia mencontohkan bahwa daerah yang memiliki produksi ikan melimpah dapat menjadikan ikan sebagai sumber protein utama dalam program MBG.

“Yang banyak ikan, ikan lah yang mayoritas, seperti itu,” imbuhnya.

Demikian pula dengan sumber karbohidrat, yang dapat disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat setempat.

“Sama juga dengan karbohidrat, kalau orang sudah terbiasa makan jagung, ya karbohidratnya jagung meskipun nasi mungkin diberikan juga,” jelasnya.

Baca Juga: Rupiah Melemah ke Rp16.400, Dapatkah Strategi BJ Habibie saat Krisis 1998 Menjadi Solusi?

“Tapi di daerah-daerah yang memang tidak terbiasa makan jagung, ya makan nasi,” tambahnya lagi.

Keberagaman Menu Jadi Cerminan Kekayaan Indonesia

Dadan juga melihat keberagaman menu MBG sebagai bentuk edukasi bagi siswa tentang potensi pangan dan kekayaan alam Indonesia.

“Itu kan keragaman sumber daya lokal yang bagus juga kalau kita mulai terapkan dan memberikan pelajaran kepada anak-anak bahwa keragaman dan kearifan lokal itu baik juga untuk ketahanan pangan di masing-masing daerah,” tutupnya. ***

Exit mobile version