Portalbontang.com, Jakarta – Warga Indonesia kini tengah menyoroti penetapan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan minyak mentah dan produksi kilang PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.
Skandal ini tak hanya menyeret nama besar di tubuh Pertamina, namun juga kembali membangkitkan isu krusial terkait kualitas bahan bakar minyak (BBM) yang beredar di masyarakat, khususnya standar Euro 4 dan kandungan timbal.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa Riva Siahaan diduga kuat melakukan penyimpangan dalam pembelian spesifikasi minyak mentah.
Baca Juga: Dirut Pertamina Patra Niaga Jadi Tersangka Oplos BBM, Negara Rugi Ratusan Triliun, Ini Bahaya Kendaraan yang Diisi Bensin Oplosan
Modus operandinya, menurut Qohar, adalah dengan “melakukan pembelian untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.”
Praktik ini jelas melanggar aturan dan merugikan negara.
Kasus korupsi ini seolah membuka kembali perdebatan lama mengenai kualitas BBM di Indonesia, terutama jika dikaitkan dengan regulasi pemerintah tentang standar emisi Euro 4.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017 secara tegas menetapkan bahwa BBM berstandar Euro 4 wajib memiliki RON minimal 91, bebas timbal, dan kandungan sulfur maksimum 50 ppm.
Baca Juga: Isu Dugaan Pertamax Oplosan, Kejagung Buka Fakta Hukum
Aturan ini bahkan telah mewajibkan mobil bensin baru yang dijual di Indonesia sejak 7 Oktober 2018 untuk memenuhi standar Euro 4.
Namun, fakta mencengangkan terungkap bahwa pada tahun 2018, saat regulasi Euro 4 mulai berlaku, “tidak ada produk BBM Pertamina yang sesuai spesifikasi Euro 4, meski sudah diatur dalam Permen LHK Nomor 20 Tahun 2017.”
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai komitmen Pertamina dalam menyediakan BBM yang lebih ramah lingkungan dan berkualitas bagi masyarakat.
Baca Juga: Korupsi Pajak Demi Fashion Show Anak: Mantan Pejabat Ditjen Pajak Jakarta Terciduk KPK
Di tengah isu korupsi dan standar Euro 4, perhatian publik juga tersentak dengan bahaya kandungan timbal dalam BBM.
Organisasi Pure Earth dalam artikelnya tahun 2024 memaparkan betapa berbahayanya timbal yang berasal dari emisi kendaraan bagi kesehatan manusia.
“Timbal sangat beracun bagi sistem saraf… sangat berbahaya bagi anak-anak, yang otaknya masih berkembang,” demikian pernyataan Pure Earth yang menekankan dampak serius timbal, terutama bagi generasi penerus.
Menariknya, penelusuran spesifikasi BBM Pertamina mengungkap perbedaan signifikan terkait kandungan timbal antara Pertamax dan Pertalite.
Baca Juga: Anak Riza Chalid ‘Papa Minta Saham’ Jadi Tersangka Korupsi Pertamina: Kerugian Negara Ratusan Triliun
Berikut rincian lengkap spesifikasi BBM Pertamina berdasarkan SK Dirjen Migas:
Pertamax Turbo: RON minimal 98, sulfur maksimal 50 ppm, tanpa timbal. (SK Dirjen Migas No. 0177.K/10/DJM.T/2018)
Pertamax: RON 92, sulfur 500 ppm, mengandung timbal 0,013 gram per liter. (SK Dirjen Migas No. 3674K/24/DJM/2006)
Pertalite: RON 90, sulfur maksimal 500 ppm, tanpa timbal. (SK Dirjen Migas No. 0486.K/10/DJM.S/2017)
Baca Juga: Pemkot Bontang Gelar Pasar Murah, Bantu Dagang Hadirkan Sembako Terjangkau Sambut Ramadan
Premium: RON minimal 88, sulfur maksimal 500 ppm, mengandung timbal maksimal 0,013 gram per liter. (SK Dirjen Migas No. 933.K/10/DJM.S/2013)
Sejak era regulasi Euro 4, popularitas Premium memang terus meredup, terlebih setelah statusnya sebagai BBM bersubsidi dicabut dan dialihkan ke Pertalite.
Namun, isu kandungan timbal dan standar Euro 4 dalam BBM Pertamina kembali menjadi perhatian serius di tengah skandal korupsi yang melibatkan pucuk pimpinan perusahaan plat merah ini. ***
***
Penulis: M Zulfikar A | Editor: M Zulfikar A
Komentar Anda